ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sebagai epicentrum nikel dunia, Indonesia memainkan peran strategis untuk mengontrol komoditi mineral itu.
Langkah ini menjadi momentum tepat di tengah besarnya ambisi negara-negara Eropa melalui Organisasi Perdagangan Dunia/World Trade Organization (WTO) dan Dana Moneter Internasional/International Monetary Fund (IMF) yang terus berupaya menekan Indonesia agar membuka kembali keran ekspor nikel ore.
Indonesia perlu menginisiasi pembentukan organisasi internasional yang melibatkan negara-negara produsen nikel. Selain untuk mendorong kemajuan ekonomi nasional, langkah ini untuk meningkatkan nilai tukar rupiah hingga sejajar dengan dolar AS.
“Negara-negara pengekspor minyak itu ada organisasinya, namanya OPEC. Apakah mungkin kita bersama negara-negara penghasil nikel mengontrol nilai nikel tersebut di pasar internasional?” kata mantan Dutabesar RI untuk Jepang, Yusron Ihza dalam tayangan video “Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah: Pemerintah Mau 1 USD=Rp1? Saya Siap Antarkan!”, yang diunggah di kanal Youtube Yusron Senpai, Sabtu (8/7).
Menurutnya, kemungkinan ini bisa terwujud jika harga nikel dikendalikan oleh negara penghasil itu sendiri.
Untuk Indonesia, jika kontrol dan kendali bisa dilakukan sendiri, maka dampaknya pada penguatan mata uang rupiah.
Oleh karena itu, menjaga stabilitas harga nikel secara nasional dapat dilakukan melalui pengendalian yang baik melalui organisasi serupa dengan OPEC.
“Jadi nikelnya jangan dihamburkan, diekspor terus ke luar negeri, jatuh dia (nilai rupiah),” tuturnya.
Yusron menjelaskan, fluktuasi harga nikel adalah hal yang wajar. Namun ini dapat diatasi dengan merumuskan nilai tukar mata uang terhadap satu komoditas, salah satunya nikel.
“Kita ambil saja satu kilogram. Apabila US$1 sama dengan 1 kg nikel, kita terapkan harga satu kilogram nikel itu sama dengan Rp1. Maka secara otomatis US$1 akan sama dengan Rp1,” katanya.
Sebagai referensi, berdasarkan Booklet Nikel 2020 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan bijih nikel Indonesia mencapai 4,5 miliar ton.
Sumber dayanya diperkirakan jauh lebih besar lagi, yakni 11,7 miliar ton yang sebagian besar tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Saat ini, Industri Nikel di Indonesia hampir 80 persen dikuasai China.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan pengelolaan nikel di Indonesia dikuasai asing, khususnya China disebabkan oleh banyak hal.
Bahlil mengungkapkan, proyek smelter nikel didominasi sejumlah perusahaan asal China karena orang-orang di Indonesia tidak bisa memiliki smelter sendiri. Padahal soal nikel, Indonesia termasuk negara yang memiliki cadangan besar.
Menurut Bahlil, salah satu sebab yang krusial ialah dukungan perbankan. Di Indonesia, perbankan hanya mau membiayai jika pengusaha lokal mempunyai modal inti atau ekuitas di atas 30-40 persen.
Idealnya kata Bahlil, perbankan nasional hanya mempersyaratkan ekuitas sekitar 10-20 persen, sebab untuk membangun satu line itu butuh investasi sekitar US$200-250 juta.
“Kalau sistem perbankan kita tidak memberikan kelonggaran kepada pengusaha-pengusaha nasional, khususnya yang pribumi, bagaimana bisa bangun smelter,” kata Bahlil di kompleks DPR RI baru-baru ini.
Dilain pihak, ekuitas yang diberikan perbankan asing hanya sekitar 10 persen dengan bunga yang kecil. Karena itulah, hilirisasi di Indonesia didominasi dan dikuasai asing.
“Inilah masalahnya, kemudian kita ribut, kenapa asing semua yang ambil bahan baku kita. Mereka ini melakukan investasi, anehnya, kita punya duit tapi kita bikin standby loan (SBL) untuk kredit konsumsi, bukan produktif,” jelas Bahlil.
“Tentunya ini masalah besar yang harus dibereskan. Saya sudah bicara berkali-kali, selama ini tidak kita ubah, kita tidak akan punya smelter di republik ini,” tandasnya.
DPR Apresiasi IMIP
Sementara itu, Komisi VII DPR RI mengapresiasi sebesar-besarnya kawasan industri PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang telah secara serius menjalankan visi besar Pemerintah Indonesia dalam mendorong praktek hilirisasi terintegrasi berbasis nikel bersama-sama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman usai memimpin kunjungan lapangan tim kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke kawasan industri PT IMIP, Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, Kamis (6/7/2023).
Menurut Maman, satu hal yang menarik yang ditemukan Komisi VII DPR RI dalam kunjungan kerja spesifik di Kawasan Industri PT IMIP Morowali tersebut yakni praktik hilirisasi industri nikel tidak hanya terbatas pada feronikel dan nikel matte tetapi juga telah mencapai produksi stainless steel.
“Ada yang menarik, kalau selama ini praktek hilirisasi hanya sampai pada feronikel ataupun nikel matte, tapi di pabrik ini di kawasan industri ini sudah sampai stainless steel yang nanti tinggal dibuat kayak mau bikin sendok, panci, segala macam lah, plat mobil, segala macam ini bahannya nih (stainless steel). Artinya apa? Praktek hilirisasi betul-betul terwujud disini,” ujar Maman.
Selain itu, Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut juga menyampaikan pujian terhadap adanya peran langkah PT IMIP yang semakin meningkatkan serapan tenaga kerja lokal. Hingga kini, ungkap Maman, PT IMIP telah menyerap tenaga kerja yang mayoritas berasal dari dalam negeri Indonesia.
“Sampai hari ini, di PT IMIP ada kurang lebih 100.000 tenaga kerja, mayoritas Indonesia. Bahwa masih ada pekerja dari luar ya saya pikir itu tinggal mix. Tapi mayoritvas masih orang kita dan ini memberikan sebuah peluang ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat sekitar, bagi masyarakat seluruh Sulawesi dan juga seluruh Indonesia karena tenaga kerja diserap,” tandas Maman.
Sebagaimana diketahui, salah satu Kawasan Industri berbasis nikel yang terintegrasi adalah PT. IMIP yang saat ini telah mengembangkan 4 klaster produk mulai Nickel Pig Iron (NPI), Carbon Steel, Stainless Steel, hingga Bahan Baku Pendukungan Battery Kendaraan Listrik.
Turut hadir Anggota Komisi VII DPR RI diantaranya, Adian Napitupulu, Nasyirul Falah Amru (F PDI-P), Ridwan Hisjam (F-Golkar), Iwan Kurniawan (F-Gerindra), Rian Firmansyah (F-Nasdem), Abdul Kadir Karding (F-PKB) dan Nasril Bahar (F-PAN). Hadir pula Dirjen Ilmate Kementerian Perindustrian, Dirjen KPAII Kementerian Perindustrian, Plt. Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ketua DPRD Morowali dan perwakilan PT IMIP. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post