ASIATODAY.ID, BANDUNG – Indonesia harus mewaspadai investasi nikel China di Sulawesi utamanya terkait program hilirisasi nikel untuk memproduksi baterai kendaraan listrik.
Hal ini disampaikan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang juga Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (Adpmet).
Warning itu disampaikan Ridwan Kamil terkait dengan kabar yang didengarnya bahwa Tesla mendapat pasokan nikel Indonesia melalui China yang mempunyai smelter di Indonesia.
“Kita harus hati-hati dengan China. Mereka ambil nikel dari Sulawesi sebagian untuk ke kita sebagian ke China. Tesla saya dengar malah beli dari China, padahal nikelnya dari kita. Ini kurang etis,” kata Ridwan, di Bandung, dikutip Selasa (4/10/2022).
Menurut Ridwan Kamil, sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia punya peluang besar untuk bersaing di sejumlah sektor industri skala global, tak terkecuali mobil listrik. Meski sedikit terlambat, tak lantas membuat peluang bisnis di lini ini tertutup bagi Indonesia.
Ridwan mengapresiasi langkah pemerintah yang terus menggalakkan ekosistem industri baterai kendaraan listrik di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya proyek smelter nikel dari investor China di Sulawesi untuk pembuatan bahan baku baterai tersebut.
Terdapat tiga Perusahaan China yang beroperasi di Morowali, Sulawesi Tengah. Kawasan Morowali sendiri pada perkembangannya dikenal sebagai daerah industri pengolahan nikel di Indonesia.
Tak hanya dari perusahaan lokal, berbagai perusahaan asing termasuk dari China juga turut beroperasi di Morowali. PT Indonesia Morowali Industrial Park atau IMIP, PT Indonesia Guang Ching Nickel & Stainless Steel Industry (PT GCNS) dan PT Dexin Steel Indonesia (DSI).
“Biasanya, mereka mendirikan usaha gabungan atau patungan dengan perusahaan lain dalam menjalankan proses industrinya,” ungkap Ridwan Kamil.
Seperti diketahui, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan bahwa Indonesia telah mengamankan dan menempatkan diri di peta sebagai pemain global utama untuk nikel.
Meski demikian, perjanjian pembelian nikel Tesla tersebut dilakukan oleh perusahaan Elon Musk lewat pabrikan baterai China yang beroperasi di Indonesia.
Pasca kunjungan ke Indonesia pada 22 Mei, Tesla akhirnya memberikan lampu hijau untuk mengamankan pasokan nikel Indonesia dan telah menandatangani kontrak dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co dan CNGR Advanced Material Co untuk pasokan langsung baterai lithium-ion dari Morowali Industrial Park.
Zhejiang Huayou Cobalt sendiri merupakan produsen kobalt utama dunia dan di Indonesia diketahui memiliki pabrik HPAL Huayue Nickel Cobalt (HNC) yang suplainya disediakan oleh PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM).
Sementara SCM sendiri mayoritas sahamnya dimiliki secara tidak langsung oleh PT Hamparan Logistik Nusantara, perusahaan yang baru-baru ini 55,67 persen sahamnya diakuisisi oleh Merdeka Copper Gold (MDKA) dengan nilai total Rp 5,4 triliun.
Luhut mengungkapkan bahwa Tesla Inc telah menandatangani kontrak pembelian nikel dari 2 perusahaan yang ada di Indonesia. Menurut Luhut, dengan membeli bahan baku nikel RI saja merupakan langkah awal positif.
Setelah pada 2021 lalu, Pemerintah Indonesia terus merayu hingga melakukan penandatanganan non-disclosure agreement (NDA) dengan Tesla. Namun faktanya kesepakatan itu berakhir dengan kegagalan.
“Tapi mereka sudah membeli, nah itu yang bagus, dua produk dari Indonesia. Dari Huayou, satu lagi dari mana, dia sudah tandatangan kontrak untuk lima tahun. Jadi dia (Tesla) sudah mulai masuk di situ, tahap pertama sudah masuk,” ujar Ridwan Kamil. (ATN)
Discussion about this post