ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia dan PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) (Persero) menandatangani Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri atau Subsidiary Loan Agreement (PPLN/SLA) dalam rangka Pembiayaan Development of Pumped Storage Hydropower in The Java-Bali System Project.
Proyek ini memiliki total nilai pinjaman sebesar USD610 juta atau Rp8,7 triliun yang berasal dari pinjaman World Bank sebesar USD380 juta dan pinjaman The Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) sebesar USD230 juta.
Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kemenkeu Hadiyanto dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo di Auditorium Kantor Pusat PT PLN (Persero), Jakarta Selatan.
“SLA merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan oleh PT PLN untuk membiayai proyek pembangunan pembangkit listrik di Indonesia, terutama pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT). EBT atau Sustainable Energy Transition adalah salah satu isu prioritas Presiden Jokowi dalam program pembangunan nasional atau RPJMN yang harus kita dukung bersama,” ujar Hadiyanto dalam rilisnya, dikutip Rabu 16/3/2022).
Hingga akhir Desember 2021, pembiayaan EBT melalui SLA yang telah disalurkan oleh Kemenkeu adalah sebesar JPY80,38 miliar dan USD441,80 juta atau Rp16,26 Triliun.
Adapun komitmen pembiayaan SLA untuk EBT yang belum disalurkan sebesar USD197,5 juta atau Rp2,82 triliun, sedangkan pembiayaan EBT yang masih proses SLA dan LA sebesar USD957,50 juta atau Rp13,66 triliun.
“Pembiayaan tersebut digunakan untuk proyek pembangunan PLTA dan geothermal serta fasilitas pembiayaan hijau atau green finance facility,” kata Hadiyanto.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pumped Storage dengan kapasitas 1.040 megawatt (MW) berlokasi di Provinsi Jawa Barat. Hadirnya PLTA diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembangkit listrik yang signifikan pada saat beban puncak, terutama untuk kawasan yang membutuhkan permintaan tenaga listrik yang besar seperti Jawa Barat dan Jabodetabek.
Tekan Emisi Karbon
Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadiyanto mengungkapkan pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Pumped Storage yang dilakukan PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) (Persero) bertujuan untuk mendukung transisi energi dan pencapaian penurunan emisi karbon di Indonesia.
Hal tersebut sesuai dengan komitmen Indonesia untuk mempercepat transisi energi dengan target EBT sebesar 23 persen pada 2025, serta pemenuhan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Untuk mendukung komitmen tersebut dan selaras dengan fokus Energy Transitions Working Group, isu pendanaan yang menjadi prioritas G20 dalam transisi energi dapat diatasi oleh sumber pembiayaan yang disediakan Pemerintah dalam bentuk Penerusan Pinjaman Luar Negeri,” ujar Hadiyanto.
Lebih lanjut, Hadiyanto mengatakan Sustainable Energy Transition ini juga menjadi salah satu topik penting yang diangkat pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022.
“Negara-negara anggota G20 memiliki tanggung jawab yang besar dan peran strategis dalam mewujudkan transisi menuju energi yang bersih dan berkelanjutan, mengingat negara-negara anggota G20 menyumbang sekitar 75 persen dari permintaan energi global,” kata Hadiyanto.
Adapun SLA untuk pembiayaan di sektor energi tersebut disalurkan kepada PT PLN dan PT Pertamina serta PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang merupakan lembaga pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur.
“Pemberian penerusan pinjaman atau SLA telah memberikan manfaat yang luar biasa pada berbagai sektor,” ujar Hadiyanto.
Manfaat tersebut di antaranya adalah pembangunan infrastruktur pada sektor energi untuk pencapaian program energi listrik 35.000 megawatt melalui pembiayaan untuk transmisi, gardu induk, dan pembangkit listrik baik energi tidak terbarukan maupun energi terbarukan.
Manfaat selanjutnya adalah untuk sektor transportasi seperti jalan tol, kereta rel listrik (KRL) dan Mass Rapid Transit Jakarta. Sektor kesehatan juga dimanfaatkan untuk pembangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, serta sektor perdagangan untuk pembangunan pasar-pasar modern di berbagai daerah.
Hadiyanto berpesan kepada PT PLN agar melaksanakan proyek-proyek yang dibiayai oleh SLA ini dengan sebaik mungkin dan wajib menekan seminimal mungkin potensi keterlambatan dalam pelaksanaan pembangunan proyek dimaksud.
“Dengan dana yang begitu besar dan pekerjaan pembangunan PLTA Pumped Storage yang penuh tantangan, PT PLN (Persero) diminta membuat jadwal dan mengawasi secara ketat setiap pengerjaan proyek, dimulai sejak masa persiapan, pembangunan, hingga masa pemeliharaan proyek ini,” kata Hadiyanto. (ATN)
Discussion about this post