ASIATODAY.ID, JAKARTA – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur, menyebutkan pandemi coronavirus (Covid-19) membuat pelaut kebingungan untuk bekerja. Mereka mempertanyakan status usahanya di tengah pandemi ini.
“Saat ini, ada 1,6 juta pelaut yang tidak jelas posisinya, apakah bekerja atau tidak, dan di Indonesia ada 200 ribu pelaut yang tidak mendapatkan kepastian tentang usaha dan kegiatannya,” terang anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur, Saut Gurning, di Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Menurut Saut, ketidakjelasan ini lantaran adanya pembatasan kegiatan ekonomi yang dilakukan atas kebijakan pemerintah. Hal ini membuat kapal tak bergerak di laut Indonesia.
“Saat ini, ada sekitar 50 ribu kapal dicatat port stay, hanya bersandar di pelabuhan, tidak bergerak karena memang tidak boleh berlayar dan memang tidak diterima,” papar Saut.
Berdasarkan catatan MTI, sejak Februari 2020, sudah ada 100 ribu kapal yang berhenti beroperasi akibat wabah corona. Hal ini bisa terus bertambah jika wabah ini terus berlanjut.
“Kami catat mulai pemberhentian atau pemutusan kontrak sejak bulan Maret, jadi sudah hampir 100 ribu pelaut dan kita perkirakan 200 ribu pelaut dunia sudah diberhentikan,” tutur Saut.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan pandemi covid-19 bisa menjadi peluang bagi kalangan pengusaha perikanan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I).
“Saya melihat ini peluang, hanya saja kita belum terbiasa melihat situasi ini (covid-19),” kata Menteri Edhy melansir Antara, di Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Menteri Edhy memastikan bahwa pemerintah memposisikan diri sebagai mitra pemangku kepentingan di sektor kelautan dan perikanan nasional. Melalui kolaborasi tersebut, lanjutnya, sektor ini diharapkan bisa menjadi kekuatan di masa pandemi.
“Saya optimistis sektor kita menjadi yang memenangkan itu. Potensi ada, permintaan tinggi. Orang tetap makan,” ucapnya.
Kendati optimistis, dia mengaku terbuka untuk menerima masukan dari berbagai pihak guna memaksimalkan potensi di sektor kelautan dan perikanan.
Menteri Edhy juga telah rapat virtual bersama pelaku usaha yang tergabung dalam AP5I, pada 21 April 2020.
Dalam kesempatan rapat tersebut, Ketua Dewan Pengawas AP5I Harry Lukmito menyatakan pasar ekspor menunjukkan kinerja yang masih baik hingga saat ini, terutama dari negara-negara langganan impor produk perikanan Indonesia.
Terlebih, lanjutnya, sejak India mengeluarkan kebijakan lockdown, sejumlah negara mengarahkan permintaan ke Indonesia.
“Pabrik-pabrik (di India) tidak beroperasi, permintaan melonjak ke Indonesia. Komoditi perikanan tetap menjadi andalan devisa di masa seperti ini,” jelas Harry.
Guna memaksimalkan potensi tersebut, Hari menyarankan, pemerintah untuk lebih mengoptimalkan perikanan budidaya, terutama udang. Menurut dia, hal ini bisa memiliki dampak yang luar biasa karena bisa menyerap tenaga kerja serta memudahkan asosiasi untuk memperoleh bahan baku.
“Apa yang dialami industri perikanan selalu ketersediaan bahan baku yang tidak menentu. Kami mengusulkan lewat budidaya, kita semua tahu, budidaya di tambak-tambak udang sebetulnya cukup luas tapi masih banyak tradisional dan semi tradisional, mungkin ini bisa di revitalisasi,” jelasnya.
Sementara Ketua Umum AP5I, Budhi Wibowo memaparkan adanya perubahan pasar karena dampak dari pandemi mengakibatkan pendapatan Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang melayani konsumen hotel, restoran dan kafe (horeka) menurun drastis.
Sebaliknya, UPI yang memiliki konsumen pasar ritel, justru tumbuh. “Kami terus berjuang bagaimana melakukan switching dari horeka ke ritel,” pungkas Budhi. (ATN)
Discussion about this post