ASIATODAY.ID, JAKARTA – ASEAN Leaders Meeting (ALM) yang berlangsung di Jakarta fokus membahas resolusi krisis di Myanmar.
Perdana Menteri (PM) Malaysia Muhyiddin Yassin menyerukan agar Myanmar membuka akses kepada Ketua dan Sekjen ASEAN untuk bertemu semua pihak di negara itu.
Muhyiddin memandang, ASEAN menjadi mekanisme yang paling netral dan strategis untuk membantu Myanmar kembali ke situasi normal.
“Hal ini sangat dibutuhkan oleh ASEAN untuk memberikan penilaian yang jujur dan tidak bias,” kata PM Malaysia saat berbicara di ASEAN Leaders Meeting (ALM) yang digelar di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu (24/4/2021).
Menurut Muhyiddin, sikap Myanmar yang bersedia membuka akses akan memperlihatkan kepada dunia bahwa situasinya berada pada jalur yang tepat untuk membantu Myanmar memulihkan keadaan negaranya. Jika ASEAN bisa menyediakan pembaruan secara rutin dengan partisipasi penuh Myanmar, maka itu akan menunjukan itikad Myanmar untuk terlibat secara konstruktif dan bergerak maju.
“Jika situasi di Myanmar berkembang, ini akan membuka pintu bagi ASEAN untuk memperluas bantuan kemanusiaan kepada mereka yang terdampak parah oleh situasi saat ini,” lanjutnya.
PM Malaysia menegaskan bahwa negara anggota ASEAN menjunjung tinggi prinsip tidak campur tangan (non-interference) dalam isu internal dari negara anggota lainnya sebagaimana tercantum dalam Piagam ASEAN. Namun, itu bukan berarti harus mengabaikan situasi serius yang membahayakan perdamaian, keamanan, dan stabilitas ASEAN dan kawasan lebih luas.
“Prinsip tidak campur tangan ini bukan untuk membuat kita bersembunyi di belakang dan itu tidak bisa menjadi alasan kita bertindak lamban,” imbuhnya.
Lebih jauh, PM Muhyiddin menegaskan krisis yang terjadi di satu negara anggota ASEAN tidak akan selesai dengan sendirinya tanpa mempengaruhi negara anggota lainnya.
“Ada harapan luar biasa dari komunitas internasional tentang bagaimana ASEAN menangani masalah Myanmar,” kata Muhyiddin.
Muhyiddin mengungkapkan, Malaysia telah sangat terpengaruh dengan ketidakstabilan Myanmar. Bukan baru-baru ini saja, tapi selama beberapa dekade terakhir.
“Kami khawatir situasi yang memburuk di Myanmar akan memperburuk efek limpahan ke kawasan, termasuk Malaysia,” katanya.
Dia menyebut Malaysia saat ini menampung sekitar 200.000 pengungsi dari Myanmar, khususnya dari Rakhine State. Sumber daya dan kapasitas Malaysia terserap dalam pengelolaan pengungsi dan pencari suaka, yang semakin diperparah oleh pandemi Covid-19.
PM Malaysia menyebut pusat-pusat tahanan saat ini sudah penuh sesak, sedangkan janji dari negara ketiga untuk memukimkan kembali pengungsi belum terealisasi.
“Di Malaysia, mereka pernah mendapat simpati, tetapi suasana di lapangan telah berubah dari ketertarikan menjadi kemarahan, dengan sentimen anti-pengungsi yang berkembang pesat,” kata Muhyiddin. (ATN)
Discussion about this post