ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia kian menegaskan komitmen untuk menjadi produsen nikel dunia.
Untuk memperkuat program hilirisasi, sejumlah smelter nikel berbasis teknologi teknologi hidrometalurgi atau (high pressure acid leach/HPAL) untuk pengolahan bijih nikel kadar rendah, akan segera beroperasi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, sejauh ini ada 6 proyek smelter HPAL dengan total investasi senilai USD5,13 miliar yang siap untuk dioperasikan tahun 2021. Rata-rata belanja modal (capital expenditure/capex) per ton nikel sekitar USD19.000. Total kapasitas keluaran 6 Smelter tersebut mencapai 246.774 ton nikel.
Enam smelter HPAL tersebut yakni smelter nikel PT Halmahera Persada Legend, PT Adhikara Cipta Mulia, PT Smelter Nikel Indonesia, PT Vale Indonesia, PT Huayue, dan PT QMB.
“Proyek smelter HPAL merupakan proyek yang sensitif disebabkan nilai capex yang besar, bahkan lebih besar daripada RKEF (Rotary Kiln-Electric Furnace),” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif dalam webinar, Selasa (14/10/2020).
Nilai belanja modal smelter HPAL berada pada kisaran USD65.000 per ton nikel, sedangkan smelter RKEF pada kisaran USD13.000 per ton nikel.
Di samping membutuhkan biaya yang besar, Indonesia juga belum menguasai teknologi HPAL. Prosesnya juga rumit dan memerlukan pengalaman yang cukup untuk membangun dan menjalankan proyek tersebut.
Selain 6 proyek HPAL yang tengah berjalan tersebut, MIND ID dan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk., juga berencana mengembangkan pabrik HPAL dan RKEF di Maluku Utara atau Konawe Utara.
Group CEO MIND ID Orias Petrus Moedak mengatakan bahwa proyek penghiliran nikel ini sebagai salah satu upaya pemenuhan rantai nilai industri baterai kendaraan listrik dalam negeri.
“Nilai proyek ini kisarannya mencapai USD2 miliar hingga USD3 miliar,” ujarnya. (ATN)
Discussion about this post