ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian Perindustrian mencatat, tujuh perusahaan global berkomitmen menanamkan modal di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah dengan nilai mencapai USD850 juta atau sekitar Rp12,41 triliun.
Investasi ini berpotensi menyerap tenaga kerja hingga 30 ribu orang. Ketujuh perusahaan tersebut merelokasi bisnisnya dari China, Jepang, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan.
Saat ini, Kemenperin terus memastikan kesiapan kawasan industri tersebut.
“Persiapan sedang dilakukan dan KIT Batang sedang kami akselerasi pembangunannya,” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Dody Widodo dalam keterangan tertulis yang diterima Minggu (26/7/2020).
Dody menyebutkan bahwa pemerintah ingin pembangunan 450 hektare (ha) dari total lahan 4.300 ha bisa selesai dalam kurun waktu enam bulan. Dari segi infrastruktur, KIT Kabupaten Batang memiliki banyak kelebihan dan daya tarik untuk menjawab keluhan para investor.
“Biasanya keluhan utama dari investor tentang harga lahan yang bergejolak tinggi setelah ditetapkan menjadi kawasan industri. Namun, harga lahan dan fasilitas di KIT Batang mampu bersaing dengan kawasan industri di negara lain seperti China,” paparnya.
Dody menyampaikan Kemenperin mendukung pengembangan KIT Batang dengan konsep The Smart and Sustainable Industrial Estate. KIT Batang ini nantinya dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti perumahan pekerja, unit pendidikan, layanan kesehatan, dan ketersediaan rantai pasok antara sektor industri.
“Sekitar 108 hingga 2.027 hektare akan dibangun sampai 2024, tidak hanya sebagai daya tarik, tapi menjadi supply chain di koridor Pantura Jawa,” jelasnya.
KIT Batang ditargetkan untuk menjadi kawasan industri percontohan kerja sama antara pemerintah dan BUMN dengan konsep infrastruktur dasar dan pendukung yang disediakan oleh pemerintah. Infrastruktur tersebut meliputi akses jalan tol dan non-tol, penyediaan air baku dan air bersih, kereta api, listrik, gas, terminal kontainer darat (dry port), dan pelabuhan. Di samping itu, KIT Batang akan dikembangkan sesuai klaster industri, bukan berdasarkan asal negara.
Selanjutnya, KIT Batang didorong untuk mengalokasikan minimal lima persen dari luas lahan untuk klaster Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini sesuai dengan asas efektivitas dan efisiensi ekonomi untuk memudahkan penyediaan fasilitas pendukung. (AT Network)
Discussion about this post