ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pandemi global wabah coronavirus (Covid-19) di menjadi ancaman serius terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar terus terguncang.
Bank Indonesia memastikan cadangan devisa cukup untuk mengawal stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah goncangan wabah covid-19.
Bank Indonesia sejauh ini belum akan mengaktifkan fasilitas multilateral currency swap arrangement yang disepakati oleh tiga negara (Asean+3), Chiang Mai Initiative Multilateralization.
“Kami pastikan jumlah cadangan devisa lebih dari cukup. Kami akui tekanan nilai tukar yang cukup besar dari minggu lalu dan minggu sebelumnya sehingga membuat cadangan devisa turun,” terang Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam keterangannya di channel YouTube BI, Kamis (26/3/2020).
Menurut Perry, meski terjadi penurunan, BI memastikan cadangan devisa masih cukup untuk triple intervention, a.l. DNDF, pembelian SBN di pasar spot, dan intervensi di pasar valas.
Sejauh ini, Perry menuturkan pihaknya memiliki fasilitas currency swap dan lain sebagainya secara bilateral yang dapat menopang cadangan devisa. Dengan China dan Jepang kata dia, Indonesia memiliki perjanjian swap masing-masing sebesar USD30 miliar dan USD22,7 miliar.
Dari perjanjian lainnya, Indonesia memiliki fasilitas hingga SD10 miliar dari Singapura.
Beda Krisis Covid-19 dengan Krisis 1998 dan 2008
Pada kesempatan itu, Perry juga menyerukan kepada masyarakat untuk tidak panik dengan kondisi perekonomian Indonesi saat ini.
Menurutnya, kondisi ekonomi saat ini berbeda dengan krisis global yang menyerang dunia pada periode 1998 dan 2008.
“Yang terjadi saat ini tidak hanya gejolak pasar uang dan ekonomi, tetapi kemanusiaan karena pandemik Covid-19. Virus Corona sudah menyebar ke Amerika Serikat, Eropa, bahkan Indonesia,” terangnya.
Dia mengatakan perbedaan paling jelas antara situasi saat ini dengan krisis ekonomi 1998 dan 2008 terlihat dari sektor keuangan.
Dikatakan, pada krisis global 2008, terjadi subrprime mortgage menjadi default sehingga menimbulkan kepanikan di pasar Amerika Serikat. Kepanikan tersebut menjalar ke Eropa hingga Asia.
Saat ini, kepanikan tersebut terjadi karena sentimen negatif penyebaran Covid-19. Padahal, fundamental perekonomian, khususnya sektor perbankan di Indonesia, cukup baik.
“Kondisi perbankan Indonesia jauh lebih baik dibandingkan pada 1998 dn 2008. Seluruh dunia juga lebih kuat. Rasio kecukupan modal (CAR) perbankan 23 persen, kredit macet (NPL) sebelum mewabahnya covid-19 tercatat 2,5 persen gross dan 1,3 persen netto,” urainya.
Dia juga mencontohkan indikator perbaikan ekonomi terlihat dari menguatnya nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa hari terakhir.
Selain itu kata Perry, koordinasi antara BI, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan sangat erat demi mencari solusi dan meminimalisasi dampak negatif virus Corona.
Karena itu, masyarakat dihimbau untuk mengikuti instruksi pemerinatah pusat dan daerah, menjalankan social distancing dan work from home untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.
“Semakin berhasil penangaan kesehatan, makin baik dampaknya terhadap pemulihan perekonomian,” tandas Perry. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post