ASIATODAY.ID, JAKARTA – Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menyoroti rendahnya penerimaan pajak di ASEAN.
Menurut Presiden ADB Masatsugu Asakawa, dibutuhkan perubahan sistem perpajakan yang lebih progresif agar dapat membantu negara-negara Asia Tenggara mengatasi kesenjangan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Selain kolaborasi, pengetahuan dan inovasi, pemerintah membutuhkan aliran pendapatan yang andal,” kata Asakawa saat berbicara di simposium kedua ‘Southeast Asia Development’ yang diselenggarakan ADB, seperti dikutip dari The Business Times, Sabtu (20/3/2021).
Asakawa memandang, selama penanganan pandemi, negara-negara ASEAN telah menggelontorkan nilai stimulus fantastis yang diperkirakan mencapai USD420 miliar atau lebih dari Rp6.000 triliun. Nilai ini tidak sebanding dengan pendapatan dari pajak yang justru berkurang karena lesuhnya ekonomi.
Sebagai langkah pemulihan, pemerintah negara-negara ASEAN diminta untuk memperkuat mobilisasi sumber daya domestik. Salah satu caranya dengan pengenaan pajak yang lebih progresif, bukan hanya terhadap pajak pendapatan dan properti, namun juga menyarankan pembahasan lebih serius menyangkut pajak karbon.
Upaya lain yang juga perlu dipertimbangkan sebagai prioritas utama ialah adanya kerjasama pajak internasional. Negara-negara kawasan disarankan untuk memperkuat hubungan kerjasama menyangkut pengawasan terhadap potensi pelanggaran pajak.
ADB sendiri berencana untuk meluncurkan pusat regional untuk mobilisasi sumber daya domestik dan kerja sama pajak internasional pada konferensi regional bulan Mei mendatang.
“Pusat tersebut akan mendorong kolaborasi yang lebih besar di antara otoritas fiskal kawasan saat mereka mengejar reformasi yang diperlukan,” tambah Asakawa.
Lebih jauh Asakawa mengungkapkan pendapatan dari pajak di negara ASEAN masih relatif kecil meskipun mayoritas perekonomian negara ASEAN makin kuat dan stabil beberapa tahun terakhir.
Dari 11 negara anggota ASEAN, rata-rata pendapatan dari pajak di beberapa negara masih berada di bawah ambang batas 15 persen dari nilai PDB. Presentasi hasil pajak terhadap PDB yang disyaratkan untuk menjadi negara dengan pembangunan yang berkelanjutan.
Timor-Leste menjadi negara dengan presentase pendapatan pajak terhadap PDB yang paling tinggi, yaitu 24 persen. Sementara itu, beberapa negara diantaranya Indonesia, Malaysia, Singapura, Laos, Myanmar masih berada di bawah standar 15 persen tersebut.
“Dengan kenaikan suku bunga jangka panjang di AS, hal ini dapat memberikan tekanan lebih lanjut pada banyak negara berkembang anggota ADB, dalam hal pengelolaan makroekonomi dan kebijakan fiskal,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post