ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia berambisi menjadi produsen udang vaname terbesar di dunia dengan jumlah produksi 16 juta ton per tahun. Langkah mewujudkannya melalui pembukaan tambak udang seluas 200 ribu hektare hingga 2024.
Saat ini, Indonesia termasuk lima besar produsen udang di dunia dengan besaran produksi di bawah 1 juta ton per tahun. Sementara posisi teratas dipegang China disusul Ekuador, Vietnam, dan India.
“Kalau kita berhasil membangun 200 ribu hektare tambak udang dengan dua siklus panen 80 ton per hektare/tahun, maka dalam satu tahun analisa ekonominya bisa menghasilkan hampir Rp1.200 triliun,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Sakti Wahyu Trenggono saat berbicara di forum Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan (Kemhan) di Jakarta, Rabu (13/1/2021).
Rapat Pimpinan dipimpin langsung oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto diikuti para pejabat teras Kemhan. Selain Menteri Trenggono, Menteri Bappenas dan Ketua BPK juga ikut dalam rapat tersebut.
Implikasi dari pembangunan tambak udang 200 ribu hektare ini, kata Menteri Trenggono, tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai produsen udang nomor satu di dunia, tapi juga mampu membangun sistem pertahanan yang kokoh untuk melindungi kekayaan maritim Indonesia.
“Seandainya ini terealisasi, bayangkan berapa kekuatan pertahanan yang bisa kita bangun. Tidak susah bila kita ingin menguatkan alutsista kita,” terang Menteri Trenggono.
Menurutnya, ikut serta membangun sistem pertahanan yang kokoh khususnya di sektor maritim sangat penting, sebab sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan. Dampaknya tidak hanya untuk kedaulatan tapi juga menjaga kekayaan laut dari praktik illegal-fishing oleh kapal asing maupun destructive fishing.
“1 tahun 2 bulan saya sebagai Wamenhan membantu Pak Prabowo, saya belajar banyak bahwa pertahanan negara itu sesuatu yang sangat penting,” terangnya.
Selain tambak, lanjut Menteri Trenggono, KKP juga akan membangun kampung-kampung perikanan budidaya di beberapa wilayah Indonesia untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, seperti Kampung Lele, Kampung Patin, Kampung Udang hingga Kampung Kakap.
KKP akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam merealisasikan pembangunan tersebut.
“Ke depan kita mesti desain di satu wilayah dengan pemda, di situ proses hulu sampai hilir. Tinggal kita atur pembiayaannya dari swasta atau negara yang hadir,” urainya.
Dua kegiatan tersebut, kata Menteri Trenggono merupakan program unggulan kementerian yang ia pimpin, sejalan dengan tagline-nya mengembangkan perikanan budidaya berkelanjutan. Riset dan teknologi budidaya juga akan diperkuat agar aktivitas produksi tidak mengganggu kelestarian lingkungan.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengapresiasi langkah strategis KKP yang disiapkan Menteri Trenggono dalam upaya meningkatkan ekonomi dan pertahanan negara.
“Kalau kita bekerjasama dengan sangat baik, kekuatan kita bangkit dengan sangat berarti, sehingga kita menjadi kekuatan di dunia. Kita bisa berdaulat, utuh. Saya sangat apresiasi dukungannya,” ujar Menhan Prabowo.
Struktur Ekonomi Pembudidaya Membaik di Penghujung Tahun 2020
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya perbaikan struktur ekonomi masyarakat pembudidaya ikan di penghujung tahun 2020. Tercatat Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) bulan Desember 2020 senilai 101,24 naik 0,58 poin dibanding bulan November yang mencapai 100,65.
Di samping itu, Nilai Tukar Usaha Pembudidayaan Ikan (NTUPi) juga naik 0,77 poin dari periode November sebesar 100,94 menjadi 101,72 di bulan Desember lalu.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangannya di Jakarta mengatakan bahwa peningkatan angka NTPi menunjukkan adanya perbaikan efisiensi usaha yang dipicu oleh semakin membaiknya harga komoditas utama budidaya.
Slamet menilai meski inflasi bulan Desember 2020 secara nasional mengalami kenaikan 1,68 persen dibanding bulan Desember 2019, namun karena usaha budidaya semakin efisien, maka pembudidaya merasakan adanya nilai tambah ekonomi. Ia berharap indikator ini terus naik, sehingga ada peningkatan kapasitas usaha melalui re-investasi yang dilakukan secara mandiri.
Menurutnya memasuki triwulan IV, sistem distribusi dan transportasi serta serapan pasar secara perlahan mulai pulih mengikuti kondisi new normal sehingga sumbatan supply & demand mulai terurai. Hal ini menurutnya menjadi pengungkit nilai jual beberapa harga komoditas utama.
“Ya. Ada kenaikan daya beli masyarakat pembudidaya, dimana indeks harga yang diterima pembudidaya lebih besar dibanding indeks harga yang dikeluarkan baik untuk konsumsi maupun produksi budidaya. Kinerja ini juga cukup menggembirakan di tengah rata-rata tingkat inflasi pada Desember 2020 yang cukup tinggi yakni mencapai 0,45 persen atau mengalami kenaikan dibanding bulan November 2020 yang mencapai 0,28 persen,” jelas Slamet.
Sedangkan pendapatan pembudidaya ikan pada triwulan IV 2020 tidak mengalami kenaikan jika dibanding triwulan III di tahun yang sama yakni rata-rata sebesar Rp 3,5 juta perbulan. Namun demikian jika dibanding triwulan II tahun 2020 mengalami kenaikan sebesar 7,58 persen. Hal ini menurut Slamet, memasuki triwulan III tahun 2020 ekonomi pembudidaya mulai membaik selama masa pandemi Covid-19.
Slamet menegaskan, berbagai dukungan langsung dinilai mampu mendongkrak efisiensi produksi budidaya, disamping mulai berjalannya rantai suplai memberikan efek kembali bergairahnya usaha pembudidayaan ikan di beberapa daerah.
“Berbagai dukungan seperti Gerakan Pakan Mandiri (GERPARI), bantuan benih dan input produksi lainnya, dalam jangka pendek mampu mendongkrak efisiensi produksi. Terutama selama pandemi ini kita masif melakukan dukungan tersebut di berbagai daerah”, imbuhnya.
Berdasarkan publikasi BPS terlihat bahwa secara spatial perbaikan NTPi lebih banyak tersentral di pulau Jawa.
“Pulau Jawa terutama Jawa Tengah dan Jawa Barat memang memberi kontribusi nilai tukar paling dominan. Ini nanti kita dorong agar NTPi bisa terdistribusi secara merata, sehingga diharapkan akan menekan angka rasio secara nasional,” pungkas Slamet. (AT Network)
Discussion about this post