ASIATODAY.ID, BENGKULU – Rencana alih fungsi hutan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat Kabupaten Bengkulu Utara untuk kepentingan pertambangan batu bara, ditentang keras oleh kalangan aktivivis lingkungan. Pasalnya, penambangan tersebut mengancam kelangsungan hidup habitat Gajah.
Sebagai wujud protes, para aktivis bersama mahasiswa dan pelajar membentangkan spanduk bertuliskan “No Coal in Seblat Landscape” di dalam TWA yang merupakan habitat Gajah Sumatera di Bengkulu.
“Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan alih fungsi kawasan hutan Seblat yang merupakan habitat atau rumah terakhir gajah Sumatera di Bengkulu,” kata Koordinator aksi, Cimbyo Layas Ketaren di Bengkulu, Senin (19/8/2019).
Aksi protes itu disuarakan bertepatan dengan kegiatan Elephant Camp 2019 yang digelar Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah dalam rangka memperingati Hari Gajah Sedunia atau World Elephant Day.
Menurut Cimbyo, kepentingan investasi tidak seharusnya mengancam masa depan Gajah Sumatera yang tersisa di kawasan Bentang Seblat.
“Kalau kita masih menyayangi mahluk di bumi ini, maka rencana pelepasan kawasan hutan seluas kurang lebih 500 hektare di wilayah ini harusnya ditolak oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” imbuhnya.
Rangkaian kegiatan Elephant Camp yang dipusatkan di Pusat Latihan Gajah di TWA Seblat diisi dengan berbagai kegiatan mulai dari orientasi medan, trekking ke dalam kawasan hutan, berinteraksi dengan Gajah, mural serta membuat lukisan dari bahan kotoran Gajah.
Sekretaris Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Bengkulu, Ali Akbar mengatakan kelestarian gajah Sumatera menjadi kebutuhan bersama untuk menjaga ekosistem besar yang ada di Bentang Seblat.
“Gajah dan Bentang Seblat adalah satu kesatuan yang menjadi penanda kelestarian ekosistem hutan di mana rakyat turut menikmati keberadaannya lewat jasa lingkungan yang tersedia,” kata Ali.
Ia mengatakan kelestarian hutan dan spesies di dalamnya dapat diketahui dari kelangsungan fungsi ekologis kawasan itu terutama sebagai daerah tangkapan air yang memastikan aliran Sungai Seblat terus terjaga. Apalagi setiap musim kemarau, warga sejumlah desa di Kecamatan Marga Sakti Seblat mengandalkan air sungai Seblat untuk kebutuhan air minum, memasak, mandi dan lainnya.
Ketua Kanopi Bengkulu ini menambahkan bahwa dalam usulan perubahan fungsi kawasan hutan dalam rangka revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu, pemerintah daerah mengusulkan perubahan fungsi sejumlah kawasan hutan termasuk TWA Seblat menjadi area penggunaan lain dan sebagian lainnya diubah menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi.
Guru SMK Negeri 10 Marga Sakti Seblat, Harsono yang mengadakan pemutaran film dokumenter bertajuk “Satu Kawasan Tiga Kepentingan” produksi siswa SMK tersebut mengatakan pelestarian gajah Seblat menjadi tanggungjawab semua pihak.
Menurut Harsono melindungi hutan Seblat artinya menjamin ketersediaan air bersih bagi masyarakat Kecamatan Marga Sakti Seblat dan Putri Hijau yang mengalir lewat Sungai Seblat.
“Kami akan terus bersuara demi penyelamatan hutan Seblat karena menyelamatkan hutan ini adalah menyelamatkan kehidupan kita sendiri,” imbuh Harsono. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post