ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperpanjang pemberian fasilitas pembebasan bea masuk melalui skema Generalized System of Preferences atau GSP kepada Indonesia.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pemerintah AS melalui United States Trade Representative (USTR) telah melakukan peninjauan terhadap fasilitas GSP selama kurang lebih 2,5 tahun sejak Maret 2018.
Pemberian fasilitas GSP ini menjadi wujud konkret kuatnya kemitraan strategis kedua negara.
“Perdagangan yang kuat antara Indonesia-AS diharapkan akan menjadi katalis bagi peningkatan investasi kedua negara,” kata Retno saat press briefing, Minggu (1/11/2020).
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak 1974.
Sementara Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada 1980.
Indonesia mencatatkan 3.572 pos tarif telah diklasifikasikan masuk skema GSP yang terdiri atas produk manufaktur dan semi manufaktur, pertanian, perikanan dan industri primer.
Produk yang mendapatkan pembebasan tarif dapat dilihat pada Harmonized Tariff Schedule of the United States (HTS-US).
Ekspor produk GSP Indonesia hingga Agustus 2020 diantaranya ; HS 94042100 (matras, baik karet maupun plastik) senilai USD185 juta, HS 71131929 (kalung dan rantai emas) senilai USD142 juta, HS 42029231 (tas bepergian dan olahraga) senilai USD104 juta.
Dua lainnya adalah HS 38231920 minyak asam dari pengolahan kelapa sawit senilai USD84 juta, dan HS 40112010 (ban penumatik radial untuk bus atau truk) senilai USD82 juta.
Berdasarkan data statistik United States International Trade Commission (USITC) pada 2019 menunjukkan ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai USD2,61 miliar atau setara 13,1 persen dari total ekspor Indonesia ke AS.
Pertumbuhan ekspor produk fasilitas GSP juga meningkat selama pandemi.
Pada periode Januari-Agustus 2020 nilai ekspor Indonesia ke AS yang menggunakan fasilitas GSP mencapai USD1,87 miliar atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
“Dengan perpanjangan pemberian fasilitas GSP ini diharapkan nilai ekspor Indonesia akan semakin meningkat,” imbuh Menlu Retno.
Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk AS Muhammad Lutfi mengatakan pemberian perpanjangan fasilitas GSP oleh AS sangat jarang terjadi.
Bahkan AS menghentikan perpanjangan fasilitas GSP ke sejumlah negara seperti India dan Turki pada 2019 lalu.
Perpanjangan fasilitas GSP yang diberikan oleh AS ini menunjukkan tingginya kepercayaan Pemerintah AS terhadap perbaikan regulasi di Indonesia dalam rangka menciptakan iklim bisnis dan investasi yang lebih kondusif di Tanah Air.
“Setelah pengumuman USTR, kita akan segera menyusun rencana kerja atau road plan untuk mengoptimalkan fasilitas keringanan bea masuk bagi produk-produk ekspor Indonesia di pasar AS,” kata Lutfi melalui keterangan tertulis.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan menambahkan akan mengusulkan negosiasi Limited Trade Deal (LTD) atau Kesepakatan Perdagangan secara terbatas antara Indonesia dan AS.
“LTD akan mencakup kerja sama perdagangan, investasi hingga sektor informasi, komunikasi dan teknologi, diharapkan dapat mendongkrak perdagangan dua arah Indonesia dan AS hingga USD60 miliar pada 2024,” tandas Luhut. (ATN)
Discussion about this post