ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus memaksimalkan kerjasama internasional dalam upaya membangun sektor Perikanan dan Kelautan.
Dalam rangka itu, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo melakukan pertemuan dengan Duta Besar (Dubes) negara-negara mitra diantaranya Dubes Norwegia, Prancis, Rusia, Tunisia, dan India di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
Pertemuan Menteri Edhy diawali dengan Dubes Norwegia untuk Indonesia Vegard Kaale. Menteri Edhy menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk melanjutkan dan memperat kerja sama yang telah berjalan dengan Norwegia, terutama dalam bidang yang menjadi keahlian Norwegia.
“Perikanan budidaya, pemberantasan IUU Fishing, kampanye terkait kejahatan global terorganisir di industri perikanan, peningkatan kapasitas SDM KKP, dan penanganan sampah plastik menjadi beberapa hal yang kami harap dapat turut didukung oleh Norwegia,” paparnya.
Merespon hal itu, Dubes Vegard menyatakan bahwa Norwegia siap mempererat kerja sama kelautan dan perikanan Indonesia dalam berbagai bidang tersebut.
“Kami memiliki teknologi dan keahlian dalam perikanan budidaya. Salah satunya dalam bidang pakan dan hatchery. Jika Indonesia berkenan, kami dapat berbagi mengenai hal ini,” ujarnya.
Guna mendukung pengembangan budidaya, Norwegia telah memberikan dukungan “Sustainable Marine Aquaculture Development in Indonesia (SMADI)”, yang akan dilaksanakan untuk 2 tahun (2019-2021). Saat ini, perjanjian hibah tengah disusun oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dengan UiT the Arctic University of Norway.
Di sisi perdagangan, saat ini Indonesia dan Norwegia sama-sama tengah dalam proses ratifikasi Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA). Ratifikasi perjanjian membuka peluang peningkatan arus perdagangan produk perikanan dan investasi dengan dihapuskannya lebih dari 99% pos tarif produk yang diimpor EFTA (Norwegia, Swiss, Islandia, dan Lichestein) dari Indonesia.
“Kami berharap perjanjian ini dapat diimplementasikan tahun 2020 untuk meningkatkan arus perdagangan antara RI dan EFTA secara maksimal,” ujar Dubes Veegard.
Menteri Edhy menanggapi peluang ini dengan baik. “Mudah-mudahan Indonesia dan Norwegia dapat saling bersinergi mengembangkan sektor perikanan di kedua negara. Tentunya kita harus mengawal dan memonitor implementasi kerja sama ini agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan,” balasnya.
Selanjutnya, Menteri Edhy bertemu dengan Dubes Prancis untuk Indonesia Olivier Chambard. Dalam pertemuan tersebut dibahas kerja sama kelautan dan perikanan RI-Prancis, termasuk potensi pembiayaan AFD (Badan keuangan dan Bantuan Pemerintah Prancis) untuk pengembangan sektor kelautan dan perikanan.
Menteri Edhy menekankan bahwa Indonesia tengah memerangi sampah plastik karena telah menjadi penyumbang sampah ke laut nomor dua di dunia.
“Kami tahu bahwa sumbernya itu bukan hanya dari masyarakat pesisir tetapi juga dari sampah rumah tangga masyarakat umum yang akhirnya bermuara di sungai. Oleh karena itu kami sedang menggalakkan program mengatasi persoalan ini,” jelasnya.
Terkait hal tersebut, Dubes Oliver menginformasikan bahwa Pemerintah Prancis melalui Agence Française de Développement (AFD) memiliki kolaborasi dengan Institut Riset dan Pembangunan (IRD) untuk mendapatkan pembiayaan riset pemodelan sampah plastik (marine debris) dari sungai yang bermuara di laut.
“Jika dibutuhkan, kami bersedia untuk berbagi pengetahuan terkait hal ini,” ucap Oliver.
Menteri Edhy menyambut baik niat Prancis. Dirinya mengatakan, saat ini Indonesia terus menggiatkan advokasi dan penyadartahuan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai.
Usai bertemu Dubes Prancis, Menteri Edhy menerima kunjungan Dubes Federasi Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva. Perkembangan kerja sama kelautan dan perikanan kedua negara menjadi agenda utama dalam pertemuan tersebut.
Menteri Edhy menyampaikan keinginannya untuk meningkatkan ekspor produk perikanan Indonesia ke Rusia serta negara-negara Custom Union lainnya seperti Belarus, Kazakhstan, Armenia, dan Kyrgystan. Salah satunya, dengan menerima tambahan produk ekspor perikanan Indonesia dari 13 Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang diusulkan Indonesia.
Menanggapi hal itu, Dubes Lyudmila menyatakan bahwa pada prinsipnya Rusia terbuka akan peningkatan impor produk perikanan dari Indonesia. Pihaknya akan mempertimbangkan proposal Indonesia untuk menambah UPI eksportir produk perikanan ke Rusia.
“Meskipun begitu, Indonesia tetap perlu menyelesaikan kuesioner Rosselkhoznadzor sebagai syarat inspeksi untuk mendapatkan izin impor,” jelasnya.
Menteri Edhy menyampaikan bahwa saat ini kuesioner tersebut tengah diproses oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Kemanan Hasil Perikanan (BKIPM) untuk diserahkan kepada pihak Rusia yang berwenang.
Menutup pertemuan, Menteri Edhy juga mengundang Rusia untuk turut berinvestasi pada pembangunan sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
“Potensi kelautan dan perikanan kita masih sangat besar. Banyak yang dapat dibangun untuk industri ini. Kami terbuka untuk mengembangkannya,” tuturnya.
Pertemuan dilanjutkan dengan Dubes Tunisia untuk Indonesia Riadh Dridi. Dalam kesempatan tersebut, Dubes Riadh mengundang Menteri Edhy untuk berkunjung ke Tunisia guna membahas Nota Kesepahaman (MoU) Kerja Sama Perikanan dan Akuakultur. Ia meyakini bahwa MoU ini akan menguntungkan kedua belah negara.
“Jika berkenan, kami mengundang Anda untuk berkunjung ke Tunisia. Kita bisa mengunjungi pelabuhan dan beberapa fasilitas kelautan dan perikanan di Tunisia untuk bersama-bersama belajar dari satu sama lain,” ujarnya.
Menteri Edhy menyambut baik inisiasi kerja sama ini. Ia menyampaikan bahwa pada dasarnya Indonesia dan Tunisia memiliki pandangan yang sama terkait isu kelautan dan perikanan yakni membangun akuakultur.
“Salah satu fokus perikanan kami ke depannya adalah memperkuat sektor akuakultur. Kami berharap kerja sama Indonesia dan Tunisia bisa membuahkan kerja sama yang konkret ke depannya,” tuturnya.
Tentu saja, isu pemberantasan IUU Fishing dan tata kelola kelautan dan perikanan berkelanjutan tak lupa dibicarakan. Sebab, sudah menjadi tugas Indonesia dan dunia untuk menjaga kelestarian laut.
Penjajakan kerja sama bilateral hari ini diakhiri dengan pertemuan Menteri Edhy dan Dubes India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat. Dalam kesempatan ini, Dubes Pradeep mengajak Indonesia untuk bersama membangun konektivitas antar pulau-pulau terluar kedua negara untuk menghidupkan ekonomi masyarakat setempat. Salah satunya Pulau Andaman dan Pulau Nikobar yang letaknya lebih dekat ke Aceh dibandingkan wilayah India.
“India dan Indonesia sama-sama memiliki banyak pulau-pulau terluar. Kita bisa membangunnya bersama untuk membangun konektivitas antar pulau-pulau terluar kita,” ujarnya.
Menteri Edhy membuka peluang akan kerja sama ini. Ia pun mengusulkan sejumlah alternatif untuk pengembangan pulau-pulau terluar ini. Salah satunya melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut untuk mendukung ketersediaan energi di kampung-kampung nelayan yang berada di wilayah perbatasan.
Selain itu, perikanan budidaya berkelanjutan, penguatan kapasitas nelayan dan pelaku industri perikanan, investasi kelautan dan perikanan, riset kelautan dan perikanan serta potensi jasa kelautan menjadi topik yang turut dibahas.
“Pada dasarnya, kami sangat terbuka untuk mengkomunikasikan berbagai peluang kerja di sektor kelautan dan perikanan antara Indonesia dan India. Kami yakin kita sama-sama menginginkan pembangunan yang optimal untuk para nelayan kita. Segala potensi yang dapat kita kerjasamakan untuk mencapai hal itu, kami siap untuk berkolaborasi,” pungkas Menteri Edhy. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post