ASIATODAY.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mencatat likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh melambat pada April 2020.
Posisi M2 April 2020 tercatat Rp6.238,3 triliun atau tumbuh 8,6 persen secara tahunan (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,1 persen (yoy).
Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan perlambatan pertumbuhan M2 tersebut disebabkan oleh perlambatan seluruh komponennya, baik uang beredar dalam arti sempit (M1), uang kuasi (dana simpanan masyarakat di perbankan), maupun surat berharga selain saham.
“M1 tumbuh melambat dari 15,4 persen (yoy) pada Maret 2020 menjadi 8,4 persen (yoy) pada April 2020, disebabkan oleh perlambatan giro rupiah,” jelas Onny melalui siaran pers, Rabu (3/6/2020).
Adapun perlambatan giro rupiah, dari 22,0 persen (yoy) pada Maret 2020 menjadi 9,4 persen (yoy) pada April 2020 terjadi karena penurunan saldo giro rupiah milik nasabah korporasi dan perorangan.
Selain perlambatan M1, bank sentral juga mencatat lambatnya pertumbuhan peredaran uang terjadi pada uang kuasi. Dana simpanan masyarakat di perbankan berupa simpanan berjangka dan tabungan (rupiah dan valas) serta simpanan giro valas tersebut tumbuh 8,5 persen (yoy) pada April 2020, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 10,8 persen (yoy).
“Uang kuasi memiliki pangsa terhadap M2 sebesar 74,3 persen dengan nilai sebesar Rp4.637,3 triliun. Perlambatan uang kuasi pada April 2020 seiring dengan perlambatan simpanan berjangka, tabungan, maupun giro valas,” ungkap Onny.
Perlambatan juga terjadi pada surat berharga selain saham, dari 44,6 persen (yoy) pada Maret 2020 menjadi 20,6 persen (yoy) pada April 2020. Perlambatan terutama didorong oleh peningkatan surat berharga rupiah bank yang dimiliki oleh perusahaan korporasi finansial.
Sementara berdasarkan faktor yang memengaruhi, perlambatan pertumbuhan M2 pada April 2020 disebabkan oleh kontraksi operasi keuangan pemerintah dan perlambatan penyaluran kredit. Kontraksi operasi keuangan pemerintah tercermin dari tagihan bersih kepada pemerintah pusat yang tumbuh 1,7 persen (yoy) pada April 2020, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 14,5 persen (yoy).
“Kontraksi tersebut disebabkan oleh peningkatan kewajiban sistem moneter kepada pemerintah pusat berupa simpanan, baik dalam rupiah maupun valas,” tutur Onny.
Sejalan dengan hal itu, penyaluran kredit juga mengalami perlambatan. Pada April 2020 penyaluran kredit tercatat tumbuh sebesar 4,9 persen (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan di bulan sebelumnya sebanyak 7,2 persen (yoy).
“Di sisi lain, aktiva luar negeri bersih pada April 2020 tumbuh sebesar 15,8 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2020 sebesar 13,9% (yoy), sehingga menahan perlambatan uang beredar. Pertumbuhan ini disebabkan oleh peningkatan tagihan sistem moneter kepada bukan penduduk sejalan dengan peningkatan cadangan devisa pada April 2020,” tutup Onny. (AT Network)
Discussion about this post