ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memperketat tata kelola dan tata niaga komoditas mineral yang masuk dalam klasifikasi mineral kritis.
Melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 296.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas Yang Tergolong Dalam Klasifikasi Mineral Kritis, pemerintah menetapkan sebanyak 47 komoditas yang masuk dalam klasifikasi mineral kritis, seperti di antaranya alumunium, nikel, mangan, seng, timah, tembaga, silika, zirkonium, dan lainnya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah tak menutup kemungkinan untuk melarang atau membatasi ekspor komoditas yang tergolong sebagai mineral kritis tersebut ke depan, mengingat keberadaannya sangat dibutuhkan dan jumlahnya sangat terbatas.
“Selama ini di banyak negara-negara maju mineral-mineral yang sangat jarang itu sangat banyak dimanfaatkan, sementara di Indonesia belum,” kata Arifin, Senin (2/10/2023).
Arifin mencontohkan apa yang dilakukan oleh China dengan menyetop eskpor logam tanah jarang (LTJ) jenis galium dan enam produk germanium. Meskipun beberapa negara memprotes kebijakan tersebut, China masih melaksanakan penghentian eskpor LTJ. Selain itu, adanya aturan klasifikasi mineral kritis juga menjaga agar negara tak lagi kecolongan dengan banyaknya jenis mineral kritis ikutan yang terkandung di dalam komoditas mineral yang sudah banyak diekspor saat ini.
“Kita tidak tahu yang kita ekspor ada apa di dalamnya. Tentu kita perlu eksplorasi lebih dalam lagi,” ujarnya.
Adapun, dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 296.K/MB.01/MEM.B/2023 diatur bahwa penetapan mineral kritis didasarkan atas kriteria, yakni mineral yang menjadi bahan baku dalam industri strategis nasional, mineral yang memiliki nilai manfaat untuk perekonomian nasional dan pertahanan keamanan negara, mineral yang memiliki risiko tinggi terhadap pasokan, dan mineral yang tidak memiliki pengganti yang layak.
Penetapan jenis komoditas mineral kritis dapat digunakan sebagai acuan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah provinsi sesuai kewenangannya untuk memberikan pengaturan tata kelola industri pertambangan mineral dan mineral ikutannya termasuk sisa hasil pengolahan dan/atau permurnian, memberikan pengaturan tata niaga industri pertambangan mineral dan mineral ikutannya termasuk sisa hasil pengolahan dan/atau permurnian.
Kemudian, juga dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan kebijakan fiskal di bidang pertambangan mineral dan batu bara, menjadi pertimbangan dalam kebijakan penetapan formula harga mineral acuan, dan menjadi pertimbangan dalam kebijakan pengutamaan mineral untuk kebutuhan di dalam negeri.
Bagaimana China Kuasai Mineral Kritis Dunia?
China selama lebih dari satu dekade telah menjadi pemimpin dalam mineral kritis yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik, panel surya, dan magnet turbin angin.
Dikutip dari Bloomberg, berbagai negara telah berupaya melindungi pasokan bahan yang mereka anggap penting bagi kemampuan industri dan militer mereka. Diketahui, terdapat sekitar 50 unsur logam dan mineral saat ini yang memenuhi kriteria tersebut di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Sebagian besar dipilih karena peran mineral dalam membangun infrastruktur diperlukan untuk mengurangi emisi karbon.
Selain Galium dan Germanium, Bahan-bahan kritis sendiri meliputi sebagai berikut. Lithium, grafit, kobalt, nikel, dan mangan, sebagian besar digunakan dalam baterai EV Silikon dan timah, digunakan untuk EV, smart grids, power meters, dan elektronik lainnya Logam tanah jarang (LTJ), digunakan untuk magnet turbin angin, EV Tembaga, digunakan untuk grids, pembangkit listrik tenaga angin, EV Gallium dan germanium, digunakan untuk panel surya, EV, stasiun pangkalan nirkabel, radar pertahanan, sistem bidik senjata, laser.
Keunggulan China sendiri dalam mineral kritis dimulai pada awal 1992, ketika mantan pemimpin Deng Xiaoping menyoroti potensi negaranya untuk memimpin dunia dalam mineral kritis. Dia mengatakan bahwa Timur Tengah memiliki minyak dan China memiliki logam tanah jarang. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, permintaan domestik untuk komoditas industri mulai jauh melampaui cadangan lokal.
China kemudian merespons dengan investasi besar-besaran pada aset-aset pertambangan luar negeri.
Secara bertahap, China kemudian mendominasi pemurnian dan pengolahan dari hampir semua komoditas industri dan sejumlah produk sampingan seperti telurium, galium, dan germanium.
Saat ini China diketahui menjadi produsen utama dari 20 bahan baku penting, yang diukur berdasarkan pangsa produksi global yang ditambang atau diolah. Contohnya, menurut analisis Uni Eropa, dalam unsur logam tanah jarang yakni dysprosium (disprosium), China bertanggung jawab atas 84 persen pasokan yang ditambang dan 100 persen produksi yang diolah.
Walaupun China hanya menambang sedikit kuantitas kobalt dan nikel, sejauh ini China merupakan produsen terbesar dari bentuk-bentuk logam yang dimurnikan. Perusahaan-perusahaan China juga telah berinvestasi besar-besaran di tambang-tambang kobalt dan nikel, di negara-negara seperti Kongo dan Indonesia. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post