ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mendesak pemimpin Myanmar untuk bertanggungjawab atas tragedi etnis Muslim Rohingya di Bangladesh.
“Pembantaian dan pengusiran orang Rohingya adalah tragedi kemanusiaan luar biasa. Saya dengar sendiri dari para korban di Kamp Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh. Mereka disiksa, diperkosa, suami-suami mereka dibantai dengan keji. Pemimpin Myanmar harus bertanggung jawab,” ketus Fadli melalui akun twitternya, dikutip Jumat (18/92020).
Upaya diplomasi Fadli Zon agar masyarakat Rohingya mendapatkan keadilan bukan kali ini saja.
Di forum ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) General Assembly ke-41, yang digelar 9 September lalu, Fadli mengajak dan menyerukan kepada AIPA untuk mengambil sikap atas tragedi Rohingya.
Dalam pertemuan di Komisi Politik, Fadli mengajukan dua paragraf yang terkait isu Rohingya. Paragraf tersebut merupakan adaptasi komitmen politik yang secara tertulis telah disepakati oleh para Pemimpin ASEAN.
“Kita perlu penguatan dari parlemen atas kesepakatan diantara pemerintah negara ASEAN. Paragraf itu terkait dukungan bagi Myanmar untuk memberikan bantuan kemanusiaan, menjamin proses repatriasi yang aman dan bermartabat bagi para pengungsi Rohingya di Rakhine,” terang Fadli di Jakarta, Rabu (9/9/2020) lalu.
Menurut Fadli, usulan tersebut mendapatkan dukungan termasuk masukan dari Thailand dan Malaysia. Namun, Myanmar menolak tegas pembahasan Rohingya di AIPA.
Tragedi pembantaian Rohingya di Myanmar memang bukan rahasia lagi. Yang terbaru, dua tentara Myanmar yang ditahan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag atas kasus itu, membeberkan fakta seputar keikutsertaan mereka dalam “pemusnahan” minoritas Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar.
Kedua tentara tersebut mengaku terlibat dalam pembunuhan sekitar 180 warga sipil selama operasi militer pada tahun 2017, yang akhirnya memaksa sekitar 750.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Salah satu tentara bernama Myo Win Tun (33), mengatakan, dirinya diperintah untuk “menembak semua yang Anda lihat dan dengar”. Dia juga melakukan pemerkosaan selama operasi itu.
Sementara tentara lainnya, Zaw Naing Tun (30), mengatakan dia bertugas berjaga-jaga ketika perwira seniornya memperkosa wanita Rohingya.
Keduanya juga turut menyebutkan nama dan pangkat 17 tentara lainnya yang menurut mereka terlibat dalam perilaku kejam itu, termasuk enam komandan senior yang memerintahkan mereka untuk “memusnahkan” seluruh warga Rohingya.
Video pengakuan mereka direkam oleh Arakan Army (AA), kelompok pejuang Rakhine yang berjuang memerangi militer Myanmar. Video yang dirilis oleh LSM Fortify Rights itu, diklaim valid dan kredibel.
Kekejaman yang dilakukan terhadap minoritas Muslim Rohingya yang tinggal di barat laut Myanmar itu telah didokumentasikan oleh penyidik PBB dan kelompok HAM.
ICC saat ini sedang menyelidiki apakah pemimpin militer Myanmar, Tatmadaw, terlibat melakukan kejahatan terhadap Rohingya.
Masih belum jelas bagaimana ICC akan merespons pengakuan dua tentara dalam video tersebut. Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke DW, ICC mengatakan tidak dapat berkomentar terkait penyelidikan yang sedang berlangsung.
Kedua tentara itu juga belum secara resmi didakwa melakukan kejahatan apa pun. (ATN)
Discussion about this post