ASIATODAY.ID, JAKARTA – Tumpahan minyak di perairan Karawang, Jawa Barat yang bersumber dari Offshore North West Java (ONWJ) milik Pertamina di bibir pantai Cilamaya, pesisir utara Karawang, Jawa Barat, dipastikan akan berdampak luas. Selain ekonomi masyarakat, tumpahan minyak juga berdampak besar terhadap kerusakan ekologi dan lingkungan hidup.
Menurut Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah, kandungan minyak yang berasal dari kebocoran minyak tumpah milik Pertamina mengandung senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon atau Polisiklik Aromatik Hidrokarbon.
Setidaknya ada tiga dampak lingkungan yang akan dirasakan masyarakat sekitar ketika terpapar kandungan itu. Pertama, udara akan tercemar akibat bau menyengat yang timbul dari senyawa dan tentu mengganggu pernapasan.
“Kandungan minyak yang menyebar di permukaan laut Karawang itu Polycyclic Aromatic Hydrocarbon. Ada tiga dampak, pertama paparan udara karena bau menyengat dari senyawa itu bisa mengganggu paru-paru warga sekitar,” terangnya, Jumat (23/8/2019).
Kandungan senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (Polisiklik Aromatik Hidrokarbon) sendiri merupakan senyawa organik yang tersebar luas di alam dan bentuknya terdiri dari beberapa rantai siklik aromatik dan bersifat hidrofobik.
Senyawa ini juga dapat menghasilkan tumor pada tikus dalam waktu singkat meskipun hanya sedikit yang dioleskan pada kulit tikus.
Dampak lainnya jika kulit menyentuh senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon, kulit akan terasa panas serta gatal-gatal. Selain itu, ekosistem tanaman mangrove yang tumbuh di sekitar perairan pun terancam mati.
“Kalau senyawa itu menyentuh kulit, efek kulit terasa panas dan gatal-gatal. Lalu, ada tanaman Mangrove yang terancam mati karena daunnya akan menghitam,” jelasnya.
Secara khusus, Jatam mengkhawatirkan pencemaran minyak akan menumpuk di terumbu karang sehingga mengancam kelangsungan hidup biota laut di dalamnya serta ekosistem terumbu kerang.
Sementara itu, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Arifsyah mengungkapkan, pencemaran minyak itu dapat mempengaruhi penurunan kualitas perairan laut dan pesisir serta jenis ikan.
Greenpeace Indonesia pun mendorong kementerian terkait untuk segera menangani tumpahan minyak di perairan Karawang agar tidak menimbulkan dampak yang lebih luas.
“Dalam jangka pendek akan sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas perairan laut dan pesisir, jenis ikan-ikan di wilayah pesisir, dan kerang-kerangan termasuk kepiting bakau mengalami kematian,” ujar Arifsyah melalui keterangan tertulisnya.
Menurut Arifsyah, dalam jangka pendek dan jangka panjang, kesehatan masyarakat wilayah yang terkena dampak perlu menjadi perhatian.
“Kemenkes dan jajaran kesehatan Pemda harus turut serius melihat dampaknya,” sambungnya.
Menurut National Service, selain biota laut yang terancam mati, kelangsungan hidup burung ketika ingin membersihkan diri di laut dapat meracuni tubuh mereka.
Ketika terpapar dengan minyak, ikan dewasa bakal mengalami penurunan pertumbuhan, hati membesar, perubahan pada jantung dan tingkat pernapasan, erosi sirip, dan gangguan reproduksi. Selain itu, minyak juga dapat mempengaruhi telur dan kelangsungan hidup larva.
Sementara Sciencing mencatat biaya keseluruhan dan tantangan untuk membersihkan tumpahan minyak sangat besar. Sebab tumpahan minyak itu dapat terjadi di mana saja misal di lautan atau dekat daratan.
Biaya yang dikeluarkan pun akan lebih mahal ketika lokasi tumpahan minyak menyebar ke lokasi lainnya. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk mengurangi sebaran minyak adalah pengenalan mikroorganisme.
Metode itu dapat dilakukan untuk menggiring minyak ke permukaan dan berubah menjadi zat yang hampir mirip seperti gel. Namun, kelemahan dari metode ini adalah sejumlah bakteri diciptakan untuk memecah hidrokarbon.
Saat sebagian besar tumpahan minyak dipecah, bakteri pindah ke bahan lain yang mengandung hidrokarbon. Selain itu metode pengenalan mikroorganisme juga dapat menyebabkan polusi udara. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post