ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia menghadapi situasi rumit dalam hal data beras nasional. Pasalnya, data beras Indonesia hingga kini masih amburadul.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Republik Indonesia , Suharso Monoarfa, permasalahan data di Indonesia sampai saat ini tak kunjung tuntas, salah satunya mengenai data beras antar kementerian dan lembaga yang tidak sinkron atau selalu berbeda.
Padahal, data soal beras sangat menentukan proses pengambilan kebijakan, termasuk terkait impor.
“Yang paling dekat dengan kepentingan nasional kita adalah soal pangan. Bicara pangan berarti beras, begitu beras kita mau tanya kenapa kita impor dan kita jaga-jaga untuk impor, dan berapa produksi, berapa yang ada di stok nasional, yang dipegang oleh Bulog, dan seterusnya,” kata Suharso dalam Grand Launching Portal Satu Data Indonesia, Jumat (23/12/2022).
Suharso menegaskan, data menjadi kunci pembangunan ekonomi nasional, sehingga data yang kredibel, akurat,mutakhir dan mudah diakses menjadi tuntutan.
Namun hingga kini, hal ini masih menjadi tantangan dalam menata kelolaan data yang begitu beragam di Indonesia mulai dari teknis maupun non teknis.
“Datanya sampai hari ini tidak ada yang satu, tidak ada yang sama, itu luar biasa, dari tahun ke tahun kita punya persoalan seperti ini,” ungkapnya.
Suharso lantas membandingkan data beras dengan data keuangan di Bank Indonesia seperti neraca transaksi berjalan yang sangat mudah diakses semua pihak. Hal tersebut bisa menjadi referensi.
Untuk itu, dalam Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2019 tentang satu data Indonesia, telah menugaskan kepada seluruh Kementerian lembaga dan pemerintah termasuk Pemerintah Daerah untuk bekerja berkolaborasi menata kelola penyelenggara data di Indonesia.
Menurut Suharso, dengan terpusatnya data ini, maka pihak pengambil keputusan bisa menggunakannya dengan mudah.
Ia pun menyinggung bahwa saat ini tiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah memiliki data masing-masing yang memiliki standar berbeda, sehingga, data-data tersebut tidak bisa dibandingkan karena cara pengolahan dan pengumpulan yang berbeda. Bahkan data milik pemda kerap tidak memenuhi agregasi nasional.
“Jika dilihat aplikasi Pemda itu luar biasa banyaknya, tapi menurut saya itu hanya menunjukkan, (hanya) show, tontonan, tapi tidak efektif untuk pelayanan publik dilakukan. Padahal yang kita inginkan adalah di atas (pelayanan publik) itu,” tegasnya.
Suharso menekankan saat ini penting untuk melakukan integrasi agar data pembangunan bisa valid saat digunakan. Meskipun, tantangan yang dihadapi beragam, mulai dari proses pengolahan data tiap institusi berbeda hingga ketiadaan metadata yang baku untuk memberikan informasi acuan kode referensi yang berbeda.
“Kebutuhan terhadap data yang bisa diakses dalam satu wadah jadi sangat penting karena itu portal satu data Indonesia mudah-mudahan dapat menjadi satu solusi. Portal satu data Indonesia itu kira-kira bisa berfungsi sebagai marketplace dana pemerintah yang mempertemukan supply dan demand terhadap data Jadi kita punya marketplace yang namanya satu Data Indonesia,” tandasnya. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post