ASIATODAY.ID, KUALA LUMPUR – Pada 2022, ekonomi Malaysia mengalami pemulihan stabil berkat peningkatan kondisi tenaga kerja, peningkatan aktivitas perdagangan dengan berbagai negara, dan sebagainya.
Namun, menurut beberapa lembaga penelitian, Malaysia menghadapi sejumlah tantangan seperti ekonomi yang lesu dan melemahnya ekspor pada 2023.
Dikutip dari Xinhua, Senin (2/1/2023), Menurut Bank Negara Malaysia, bank sentral negara itu, ekonomi Malaysia mengalami pertumbuhan sebesar 9,3 persen dalam tiga kuartal pertama 2022. Bank tersebut memproyeksikan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) secara keseluruhan akan berkisar di angka 6,5 persen hingga 7 persen sepanjang tahun, dibandingkan dengan 3,1 persen pada 2021.
Pada September, World Bank menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Malaysia pada 2022 dari 5,5 persen menjadi 6,4 persen. Dalam laporannya, World Bank mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Malaysia akan didukung oleh permintaan domestik yang kuat, yang disokong oleh peningkatan berkelanjutan dalam kondisi pasar tenaga kerja serta aktivitas pariwisata yang dilakukan oleh pelancong domestik dan mancanegara.
Dalam hal perdagangan luar negeri, data dari Kementerian Perdagangan Antarbangsa dan Industri Malaysia menunjukkan bahwa selama periode Januari hingga November 2022, perdagangan tumbuh 29,9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ekspor meningkat 27,2 persen, impor melonjak 33,3 persen, dan surplus perdagangan naik tipis sebesar 2,6 persen.
Di sisi lain, akibat efek limpahan dari kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserves atau The Fed, Malaysia mengalami inflasi yang tinggi. Pada kuartal ketiga, tingkat inflasi mencapai 4,5 persen. Pada September, nilai mata uang ringgit Malaysia terhadap dolar AS anjlok, mengalahkan rekor terendah sepanjang masa yang tercatat pada periode Krisis Keuangan Asia pada 1998.
Melihat ke depan, beberapa lembaga penelitian mengkhawatirkan bahwa perlambatan ekonomi dunia dan melemahnya permintaan global akan membawa tantangan bagi pemulihan ekonomi Malaysia pada 2023.
Pernyataan terbaru dari S&P Global Market Intelligence menunjukkan bahwa Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) S&P Global Malaysia untuk sektor manufaktur yang disesuaikan secara musiman tercatat di angka 47,9 pada November, turun dari 48,7 pada Oktober.
Menurut bank sentral Malaysia, perekonomian negara tersebut diperkirakan akan tumbuh sebesar 4 persen hingga 5 persen pada 2023.
Sejumlah analis menyoroti bahwa China adalah mitra dagang penting bagi Malaysia, dan kerja sama ekonomi dan perdagangan China-Malaysia akan terus berperan penting dalam pengembangan dan transformasi ekonomi Malaysia.
Otoritas Pengembangan Investasi Malaysia menunjukkan bahwa selama tiga kuartal pertama 2022, Malaysia berhasil menarik investasi asing langsung yang disetujui sebesar 130,7 miliar ringgit (1 ringgit Malaysia = Rp3.539), yang didominasi China dengan 49,2 miliar ringgit.
Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke Siew Fook belum lama ini mengatakan bahwa Malaysia berharap dapat semakin memperkuat kerja sama ekonomi dengan China. Perusahaan-perusahaan China banyak berkontribusi terhadap kemakmuran ekonomi dan perdagangan antara Malaysia dan China.
Di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra, sejumlah besar perusahaan kelas atas dan mutakhir asal China memasuki Malaysia, menyuntikkan vitalitas dan harapan ke dalam kemakmuran dan pembangunan Malaysia.
Dia juga mengatakan bahwa Malaysia mendorong dan menyambut lebih banyak perusahaan China yang berteknologi tinggi, hemat energi, dan ramah lingkungan untuk datang ke Malaysia guna membantu proses transformasi dan peningkatan kualitas industri. Perusahaan-perusahaan China diharapkan akan memberikan lebih banyak kontribusi terhadap perkembangan ekonomi Malaysia dalam hal transfer teknologi dan penciptaan lapangan kerja. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post