ASIATODAY.ID, JAKARTA – Keputusan Pemerintah Indonesia menghentikan ekspor mineral mentah nikel dipandang strategis.
Pasalnya, langkah itu memberi peluang Indonesia untuk menjadi salah satu kekuatan dunia di masa depan, khususnya di industri ini.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mendengungkan hal itu di tengah adanya desakan agar keran ekspor nikel ore dibuka sementara waktu, demi menambal ekonomi Indonesia yang tengah terpuruk akibat pandemi covid-19.
“Soal industri nikel, jangan sampai generasi kalian terus-menerus ekspor raw material. Harus kita rubah ekspor menjadi baterai, other uses, dan stainless steel,” terang Luhut melalui Webinar dikanal Zoom, yang dimonitotor Sabtu (5/6/2020).
Menurut Luhut, produksi nikel harus dilakukan secara hilirisasi sehingga menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, sehingga ekspor mendatangkan manfaat. Selain itu, hilirisasi dinilai dapat menyerap pasar kerja lokal lebih luas di tengah pandemi Covid-19.
Dengan demikian, sektor pajak akan turut merasakan manfaat ekspor nikel. Hal ini dikarenakan proses hilirisasi membuat nikel mempunyai nilai jual yang tinggi sehingga meningkatkan potensi penerimaan pajak.
Luhut menjelaskan, nilai tambah bijih nikel tergolong fantastis. Melalui stainless slabs, nilai keuntungan akan meningkat hingga 10 kali lipat.
Dicontohkannya, berdasarkan data Google terkait ekspor bijih nikel sebanyak 19,25 ton nilainya mencapai USD 600 juta. Jika, diproses menjadi produk steel slabs akan melonjak tajam menyentuh USD 6 miliar atau 10 kali lipat lebih.
“Harus dipahami, nilai tambah ini yang kita kejar. Ini fakta siapa mau bantah saya silakan,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post