ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pertemuan pertama Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Presidensi G20 Indonesia melahirkan kesepakatan yang progresif terkait perpajakan internasional.
Pertemuan tersebut berlangsung selama 2 hari mulai dari tanggal 17 hingga18 Februari 2022.
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pada agenda perpajakan internasional, disepakati dua pilar yaitu perpajakan sektor digital dan global minimum tax.
“Pada pilar pertama, negara G20 maupun di seluruh dunia sepakat dengan mekanisme perpajakan di sektor digital yang bergerak secara internasional atau global,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jumat (18/2/2022).
Pada pilar kedua, Global anti-Base Erosion Rules, disepakati mengenai upaya bagaimana menghindari praktik tax avoidance dan tax evasion dari perusahaan-perusahaan pembayar pajak.
“Dalam pertemuan kali ini, disepakati, setelah prinsip itu dicapai, maka dilakukan monitoring untuk pelaksanaannya,” jelasnya.
Kesepakatan pilar kedua untuk menghindari penghindaran pajak, akan dijalankan sebagai suatu kebijakan yang efektif pada 2023.
Tiga Isu Alot
Dalam pertemuan tersebut, ada 3 isu yang dibahas dengan sangat alot.
Pertama, terkait eskalasi geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Pasalnya, eskalasi geopolitik tersebut akan memberikan dampak atau mempengaruhi prospek pemulihan ekonomi di tingkat global.
Yang menjadi perhatian utama, bagaimana mengantisipasi eskalasi geopolitik tidak menjadi hambatan dalam upaya pemulihan ekonomi global yang telah berjalan, namun tidak merata.
“Meskipun alot namun kita bisa mendapatkan kesepakatan,” jelasnya.
Kedua, terkait keuangan berkelanjutan, di mana terdapat negara-negara yang siap memberlakukan carbon price, disaat yang sama terdapat sejumlah negara lainnya belum siap.
Ketiga, mengenai negara-negara miskin yang menghadapi masalah utang. Sebab, banyak kreditor yang merupakan anggota G20 dan memiliki mekanisme masing-masing dalam menyelesaikan masalah ini.
Sri Mulyani mengungkapkan, tiga negara di Afrika yakni Chad, Zambia, dan Ethiopia saat ini sedang dalam proses negosiasi utang.
“Disinilah Presidensi Indonesia memainkan peran penting dalam membangun dan menjembatani kepentingan negara-negara yang perlu dibantu,” imbuhnya.
Menurut Sri, dengan adanya pandemi Covid-19, banyak negara harus melakukan ekspansi fiskal, sehingga beberapa negara, terutama negara berpendapatan rendah memiliki kondisi yang cukup rentan.
“Pada akhirnya, pertemuan tersebut sepakat untuk mengeluarkan komunike untuk membantu meringankan kondisi utang ketiga negara itu,” ujarnya.(ATN)
Discussion about this post