ASIATODAY.ID, NURSULTAN – Gerakan Kudeta di Kazakhstan menelan korban jiwa yang tidak sedikit.
Otoritas Kazakhstan melaporkan jumlah resmi korban tewas mencapai 225 orang, termasuk 19 perwira polisi dan tentara, dalam kerusuhan baru-baru ini.
Laporan RT, Sabtu (15/1/2022), jaksa penuntut Kazakhstan menambahkan ada lebih dari 4.500 orang lainnya dilaporkan terluka.
Statistik terbaru yang berkaitan dengan gelombang protes yang mencengkeram negara itu pada awal Januari diungkapkan oleh otoritas Kazakhstan pada Sabtu (15/1/2022).
Seorang juru bicara kantor Kejaksaan Agung menyatakan selama konferensi pers bahwa setidaknya 225 orang telah tewas. Angka itu termasuk personel polisi dan militer, serta warga sipil dan mereka yang oleh pemerintah digambarkan sebagai “bandit.”
Selama beberapa hari kekerasan, 4.578 orang terluka, kata pejabat itu, seraya menambahkan, di antara jumlah itu hampir 3.400 petugas penegak hukum dan tentara.
“Sebagian besar dari mereka yang tewas selama kerusuhan yakni 175 orang total meninggal di rumah sakit negara itu,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan mengungkapkan pada konferensi pers.
Lebih dari 20.000 orang mengambil bagian dalam kerusuhan kekerasan, menurut jaksa, dengan sekitar 546 kasus pidana telah dibuka setelahnya. Dari jumlah tersebut, 44 orang dikatakan terkait dengan terorisme dan 19 orang terkait pembunuhan.
Sejauh ini, aparat penegak hukum telah menahan hampir 700 tersangka, dengan 446 orang di antaranya telah muncul di pengadilan dan ditahan sambil menunggu persidangan.
Protes dipicu oleh kenaikan tajam harga bahan bakar di awal tahun ini. Saat mulai sebagai demonstrasi damai, peristiwa aksi demonstrasi segera menjadi didominasi oleh kelompok penjarah, dan pembakar.
Menurut pihak berwenang Kazakhstan, penyerang bersenjata, yang menghancurkan gedung-gedung administrasi dan kantor perusahaan media, menggeledah bisnis, dan dilaporkan berusaha menyerbu markas polisi dan barak militer untuk mendapatkan lebih banyak senjata.
Kekerasan segera menyebar ke kota-kota di seluruh negeri, dengan jalan-jalan dan bahkan bandara metropolis terbesar, Almaty yang secara informal dikenal sebagai ibu kota selatan, untuk sementara dikuasai oleh para perusuh.
Ada klaim dari pejabat Kazakh bahwa hingga 20.000 “teroris” mengambil bagian dalam kekerasan tersebut. Namun, tidak ada bukti yang ditawarkan untuk mendukung angka teroris itu.
Ada pula klaim bahwa penyerang bisa saja masuk ke kamar mayat untuk mencuri mayat rekan-rekan mereka dan “menutupi jejak mereka” dicemooh oleh para analis.
Kerusuhan mendorong Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev untuk mencari bantuan dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin Rusia, yang meliputi Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kirgistan, Rusia, dan Tajikistan.
Blok militer mengerahkan misi penjaga perdamaian ke negara itu untuk menjaga fasilitas strategis utama. (ATN)
Discussion about this post