ASIATODAY.ID, JAKARTA – Uni Eropa (UE) resmi menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) atas pelarangan ekspor nikel yang dimulai awal 2020. Pasalnya, kebijakan itu dianggap merugikan secara langsung Uni Eropa.
“Uni Eropa telah meluncurkan aduan ke WTO untuk menghapus langkah-langkah yang tidak konsisten dalam ekspor nikel dimana dampaknya sangat merugikan perusahaan-perusahaan di Uni Eropa,” terang Dubes Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket melalui keterangan tertulisnya, Rabu (27/11/2019).
Adapun pemerintah Indonesia menerapkan aturan larangan ekspor bijih nikel yang untuk tujuan hilirisasi industri.
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut Indonesia rugi karena ekspor nikel, sehingga ekspor dihentikan agar bisa diolah lebih dahulu agar keuntungan bertambah.
Menurut Dubes Vincent Piket, Uni Eropa tentu mendukung langkah memajukan industri tersebut di dalam negeri, tetapi pihaknya meminta agar hal itu dilakukan sesuai aturan main WTO.
“Memajukan rantai nilai produksi baja adalah tujuan yang patut dipuji tetapi hal ini harus dicapai dengan langkah-langkah yang sesuai dengan aturan WTO,” papar Piket.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin di Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani memandang, tidak ada pihak yang bisa mengatur Indonesia terkait kebijakan ekspor. Menurut dia, justru WTO harusnya memberi hak bagi tiap negara untuk memberlakukan larangan ekspor.
Salah satunya adalah Amerika Serikat (AS) yang melakukan pemutusan impor besi dan baja dari China karena menyangkut kepentingan nasional. Uni Eropa disebut boleh saja mengadu ke WTO, tetapi Shinta menyebut Indonesia tetap memiliki hak terkait larangan ekspor.
“Tidak ada kewajiban atau ketentuan yang secara internasional bisa memaksa Indonesia bahwa harus mengekspor suatu produk ke suatu negara hanya karena negara tersebut membutuhkan produk yang kita hasilkan,” tegas Shinta.
Karena itu, Shinta berharap pemerintah Indonesia dapat memberikan argumen-argumen tepat sasaran yang menekankan bahwa kebijakan nikel indonesia sesuai dengan hak Indonesia sebagai anggota WTO dan tidak menyelahi aturan-aturan atau komitmen perdagangan.
Komisaris Perdagangan Uni Eropa Cecilia Malmstrom mengungkapkan, tindakan Indonesia tidaklah adil. Penghasil baja di Uni Eropa pun sangat tertekan akibat hal ini dan lapangan kerja di industri terkait menjadi terancam.
“Batasan-batasan ini secara tidak adil membatasi akses produsen Uni Eropa terhadap bahan-bahan mentah untuk produksi stainless steel,” ujar Malmstrom dalam keterangan resmi.
Sementara itu, Kantor Perwakilan Tetap RI untuk WTO di Jenewa (PTRI Jenewa) turut mengafirmasi gugatan Uni Eropa itu.
Ia menjelaskan bahwa langkah itu merupakan alur awal yang dilakukan UE untuk berkonsultasi perihal keluhannya dengan Indonesia di bawah payung mekanisme penyelesaian sengketa dagang WTO.
“Pada tanggal 22 November 2019, Wakil Tetap Uni Eropa (UE) di Jenewa telah mengirimkan surat kepada Wakil Tetap RI di Jenewa yang secara resmi menyampaikan bahwa UE akan mengajukan sengketa kepada Indonesia di WTO, dan menyampaikan permintaan melakukan konsultasi. Konsultasi merupakan langkah awal dalam suatu proses penyelesaian sengketa WTO,” terang Wakil Tetap RI untuk WTO di Jenewa, Duta Besar Hassan Kleib melalui keterangan tertulis Rabu (27/11/2019).
Sebelumnya, negara lain seperti China justru sudah menyetok nikel asal Indonesia. Pada September lalu, CNBC mencatat volume impor bijih nikel dari China mencapai level tertinggi sejak tahun 2016.
Pada bulan September, China mengimpor 7,13 juta ton bijih nikel dari Indonesia. Angka itu melonjak dari impor bulan Agustus sebanyak 56 persen. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post