ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pandemi global wabah coronavirus (Covid-19) berdampak serius terhadap dunia industri di Indonesia. Salah satu industri yang kini mulai goyang, yakni industri furnitur.
Menurut Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan (HIMKI) Abdul Sobur, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah berlangsung di industri furnitur sejak 3 pekan lalu.
“Sekitar 30 persen dari total tenaga kerja subkontraktor industri furnitur telah mengalami PHK. Artinya, sekitar 120.000 tenaga kerja industri furnitur telah dirumahkan,” jelasnya dalam keterangan tertulis Rabu (25/3/2020).
Abdul Sobur memprediksi, gelombang PHK ini akan mencapai puncaknya 100 persen dalam waktu tiga bulan kedepan, jika pandemi global wabah coronavirus di Indonesia tidak bisa diatasi.
Berdasarkan data HIMKI, industri furnitur menyerap tenaga kerja hingga 2,1 juta orang dengan berbagai jenis kontrak. Sementara, 80 persen dari total pabrikan furnitur masih berada di level industri kecil dan menengah (IKM) dengan omzet kurang dari USD1 juta dolar.
Menurut Sobur, penyebab utama dari besarnya gelombang PHK tersebut disebabkan oleh berhentinya atau ditundanya permintaan pasar global sejak awal Maret 2020. Sedangkan 95 persen pelaku industri furnitur di Indonesia berorientasi ekspor.
“Pabrikan furnitur di level IKM hanya memiliki kemampuan arus kas rata-rata 1 minggu. Dengan penghentian maupun penundaan pemesanan yang mencapai 3 minggu, maka jelas PHK tidak dapat dihindari,” imbuhnya.
Sobur menjelaskan, pabrkan furnitur besar memiliki kekuatan arus kas untuk menahan produksi lebih lama, sekitar 1-3 bulan. Namun demikian, beban utang pabrikan juga akan membesar.
Sobur memandang, perbaikan keadaan saat ini hanya bisa dilakukan jika negara tujuan ekspor telah membaik, sementara pemerintah Indonesia hanya bisa membantu meringankan beban pabrikan untuk kembali berproduksi saat wabah Covid-19 sudah mereda.
Dengan kondisi ini kata Sobur, HIMKI meminta beberapa keringanan dari pemerintah seperti penundaan pembayaran pajak dan relaksasi pembayaran utang sektor perbankan, khususnya bank plat merah.
“Namun kalau pemerintah memiliki anggaran ekstra bisa meringankan beban perusahaan, tapi koridor itu bisa ditempuh kalau protokol lockdown diterapkan,” imbuhnya.
Dalam analisis HIMKI kata Sobur, pandemi global wabah Covid-19 yang terjadi saat ini akan menimbulkan krisis yang lebih dalam dibandingkan krisis pada 1998. Pasalnya, krisis 1998 merupakan krisis yang berasal dari dalam negeri yang bisa dikendalikan, sedangkan wabah corona faktor utamanya berada di luar negeri yang tidak bisa dikendalikan.
Dalam kondisi seperti ini lanjut Sobur, asosiasi berencana untuk mengubah komposisi orientasi industri furnitur nasional. Pabrikan yang orentasi ekspor akan diperkecil dari saat ini sebanyak 95 persen menjadi 30 persen, sedangkan selebihnya diarahkan untuk memasok pasar domestik.
“Kedepan kami harus mulai memperkuat market didalam negeri. Perusahaan furnitur lokal harus mempelajari market domestik sehingga jika ada goncangan di luar, perusahaan akan tetap tahan,” tandasnya. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post