ASIATODAY.ID, JAKARTA – Perang Rusia-Ukraina tekah membawa dampak besar terhadap industri di dunia, termasuk di Indonesia, salah satunya PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA).
Pasalnya, emiten ini mencatatkan koreksi pada posisi bottom line hingga kuartal III/2022, terpukul lonjakan harga minyak mentah akibat perang Rusia-Ukraina.
Emiten berkode saham TPIA ini mencatatkan pendapatan bersih sebesar US$1,94 miliar atau setara Rp30,36 triliun (kurs Jisdor Rp15.596 per dolar AS) hingga September 2022. Pendapatan bersih ini naik 3,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$1,88 miliar.
Beban pokok pendapatan meningkat menjadi US$1,9 miliar dari US$1,57 miliar pada 9 bulan 2021, yang sebagian besar disebabkan oleh harga bahan baku rata-rata yang lebih tinggi dengan rata-rata naphtha pada US$851 per ton pada sembilan bulan 2022, dibandingkan dengan rata-rata US$619 per ton secara tahunan atau year-on-year (yoy).
EBITDA TPIA tercatat turun menjadi sebesar US$11,1 juta hingga kuartal III/2022, dari US$313,7 juta pada periode yang sama tahun lalu. Meski pendapatan naik, TPIA mencatatkan rugi bersih setelah pajak yang mencapai US$111,1 juta atau setara Rp1,73 triliun hingga September 2022, dibandingkan dengan laba bersih setelah pajak sebesar US$166,7 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Menurut Direktur TPIA Suryandi, TPIA menghadapi tantangan eksternal selama 9 bulan tahun 2022 dari harga minyak mentah yang tetap tinggi, dengan harga rata-rata di atas US$100 per barel atau sekitar 51 persen lebih tinggi dari 9 bulan tahun 2021. Hal tersebut sebagai akibat dari ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung.
“Selain itu, terdapat permintaan yang rendah dari China karena lockdown Covid-19, dan efek musiman lebaran. Sementara itu, spread produk tetap rendah, dan pada akhirnya menghasilkan keuntungan dan margin yang terkompresi,” kata Suryandi dalam keterangan resminya, Senin (31/10/2022).
Dia melanjutkan, dalam masa yang tidak pasti ini, TPIA terus mempertahankan kebijakan keuangan yang hati-hati untuk mengatasi volatilitas, sambil mempertahankan neraca yang kuat.
Menurutnya, TPIA memiliki liquidity pool sebesar US$2.28 miliar, yang terdiri dari US$1.14 miliar kas dan setara kas, US$798,8 juta surat berharga, dan US$342,7 juta fasilitas committed revolving credit yang tersedia.
Dia melanjutkan, selama kuartal III/2022, TPIA telah melunasi seluruh sisa pinjaman JBIC untuk merampingkan komitmen keuangan dan menyelaraskan persyaratan fasilitas pembiayaan yang ada.
TPIA juga terus mendapatkan dukungan kuat dari pasar modal, dengan kelebihan pemesanan (oversubscription) atas penerbitan obligasi senilai Rp2 triliun dan kesuksesan pelaksanaan pemecahan saham dengan rasio 1:4 untuk meningkatkan likuiditas saham TPIA.
“Bank mitra utama kami juga terus menunjukkan kepercayaan terhadap fundamental bisnis kami, dengan kemitraan fasilitas pinjaman berjangka senilai US$100 juta dari Bank OCBC NISP dan penandatanganan fasilitas pembiayaan Sustainability-Linked Trade pertama UOB di Indonesia,” jelasnya.
Adapun hingga September 2022, TPIA mencatatkan total aset sebesar US$4,8 miliar, turun 3,6 persen dari US$4,99 juta per 31 Desember 2021. TPIA mencatatkan total liabilitas yang lebih rendah sebesar US$1,91 miliar selama sembilan bulan, dari US$2,06 miliar sepanjang 2021. (ATN)
Discussion about this post