ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia membutuhkan investasi sebesar USD5,7 miliar per tahun atau setara Rp80.94 trilun untuk membangun energi hijau.
Indonesia memiliki target Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada bauran energi nasional pada tahun 2025. Kebijakan ini, yang dipadukan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030, merupakan upaya yang jelas menuju sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
“Kebutuhan dananya sangat besar,” kata Sri Mulyani dalam diskusi The Role of Green Finance in Delivering Southeast Asia’s Sustainability Goals secara daring, dikutip Minggu (3/10/2021).
Menurut Sri, dengan kebutuhan dana sebesar itu, transisi energi tidak bisa hanya bisa mengandalkan pemerintah namun membutuhkan partisipasi sektor swasta.
Selama ini, kata Sri Mulyani, pemerintah telah menggunakan seluruh instrumen fiskal untuk mendanai proyek hijau berkelanjutan, salah satunya melalui penerbitan obligasi hijau global yang dikombinasikan dengan prinsip syariah yang sudah cukup aman.
“Indonesia merupakan salah satu dari negara emerging market yang berhasil menerbitkan obligasi hijau global ini,” terang dia.
Menkeu menjelaskan setidaknya terdapat dua cara untuk memastikan akan adanya partisipasi sektor swasta.
Pertama, melalui pemapanan pasar karbon yang masih sangat baru di Indonesia dan saat ini sedang didiskusikan pemerintah dengan berbagai pihak, terutama mengenai pasar dan harga karbon sebagai instrumen transformasi kepada penggunaan emisi karbon yang lebih rendah, khususnya energi.
“Langkah ini akan sangat dibutuhkan agar kami bisa memasuki rezim perdagangan karbon, jadi pasar harus dikenalkan,” jelasnya.
Kemudian melalui pengenalan performance based payment atau klasifikasi beban pungutan pajak yang akan dikenai kepada perusahaan, dengan bergantung banyaknya emisi yang dihasilkan dalam satu masa produksi.
“Kami sudah berdiskusi dengan parlemen dan mereka juga memberikan dukungan yang sangat kuat, dengan syarat kami memberikan peta jalan yang jelas menuju energi karbondioksida yang lebih rendah,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post