• Tentang Kami
  • Tim Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Karir
  • Kontak
AsiaToday.id
  • Home
  • News
  • Business
  • Energi Hijau
  • Travel
  • Event
  • Sains & Lingkungan
  • Korporasi
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Business
  • Energi Hijau
  • Travel
  • Event
  • Sains & Lingkungan
  • Korporasi
No Result
View All Result
AsiaToday.id
No Result
View All Result

Indonesia dan Malaysia Kini dalam Ancaman Invasi China

Redaksi Asiatoday by Redaksi Asiatoday
June 9, 2020
in News
4 min read
0
Mengapa Laut Natuna Diincar Asing?

Patroli TNI Angkatan Laut di Natuna. ist

2.7k
SHARES
2.7k
VIEWS

ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia dan Malaysia bisa jadi “sasaran” Invasi China dalam konflik di Laut China Selatan.

Menurut Direktur Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) Greg Polling, tekanan China terhadap kedua negara akan semakin besar dan agresif.

Dengan menggunakan taktik “berkegiatan normal di bawah yuridisksi”, kapal China diklaim akan memburu negara-negara yang mencoba mengeksploitasi sumber daya di perairan termasuk Indonesia dan Malaysia.

RelatedPosts

Jakarta International Stadium, Dirancang Jadi Arena Sepakbola dan Exhibition

Israel Kian Bar-bar, Larang Kumandang Azan di Masjid Hebron

Indonesia Diterpa 632 Bencana, 3 Juta Orang Jadi Korban

Uni Eropa Perkuat Kolaborasi dengan Universitas-Universitas di Indonesia

Respon AS, China Mobilisasi Pasukan Pengebom di Laut China Selatan

Greg Polling memandang, hal ini terjadi karena China memperluas jangkauan kapal mereka untuk pembangunan pulau-pulau buatan Beijing di perairan Laut China Selatan, dekat kedua negara.

“(Pulau buatan itu) menjadi pangkalan untuk kapal-kapal China. Ini secara efektif mengubah Malaysia dan Indonesia menjadi negara garis depan,” katanya dikutip CNN, Senin (8/6/2020).

Dengan ini, Beijing menciptakan penjaga pantai dan kapal penangkap ikan yang dapat dikerahkan untuk mengganggu kapal lain yang berlayar di perairan sensitif itu. Ini sempat terjadi dengan kapal pengebor minyak Petronas, bulan Mei lalu, saat dibuntuti kapal China.

Sejak China mengklaim 90 persen wilayah di Laut China Selatan, perairan itu menjadi sangat rentan akan konflik bersenjata. Klaim China tersebut bertabrakan dengan wilayah sejumlah negara di Asia Tenggara seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, hingga Taiwan.

Menurut Polling, posisi negara-negara yang memiliki wilayah di Laut China Selatan menjadi lebih krusial dan kian tertekan.

“Di waktu tertentu, China siap mengirimkan selusin kapal penjaga pantai ke sekitar Kepulauan Spartly di Laut China Selatan kapan saja, sekitar ratusan kapal nelayan China juga siap dikerahkan ke sana,” ujarnya.

Sejauh ini, Malaysia dan Indonesia berusaha menghindari isu Laut China Selatan mempengaruhi hubungan diplomatik dengan China.

Menurut Polling, agresivitas China di Laut China Selatan yang semakin menjadi lambat laun akan memicu negara-negara di Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia, memberontak juga.

“Pada tingkat apa agresi menjadi mustahil untuk diabaikan?” kata Polling.

Saatnya ASEAN Bersatu

Berbagai kalangan menilai, kini saatnya bagi negara anggota ASEAN untuk bersatu menentang dan menghadapi agresivitas China di Laut China Selatan. Sebab, beberapa anggota ASEAN memiliki sengketa langsung dengan China terkait wilayah di Laut China Selatan.

Namun, analis senior ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura, Ian Storey, mengatakan hal itu sulit terwujud akibat pandemi virus corona (Covid-19) yang merongrong perekonomian global terutama negara-negara berkembang.

“Tidak peduli seberapa keras China menekan, saya tidak berpikir kita akan melihat anggota ASEAN bersatu dan membentuk front persatuan yang kuat untuk melawan China,” ujar Storey.

“Saya pikir dalam enam bulan ke depan, menjelang akhir 2020, kita bisa melihat China akan menggandakan agresivitas di Laut China Selatan,” terangnya.

Senada dengan Polling. Ia menganggap Malaysia telah lama berupaya menyeimbangkan manfaat hubungan bilateral dengan China. Karena itu, konfrontasi antara kapal Negeri Jiran dan kapal China di awal tahun tidak terlalu diekspos ke media.

Indonesia sendiri terlihat masih cukup tegas melawan agresivitas China di Laut China Selatan meski relasi Jakarta-Beijing terus mendekat di era pemerintahan Presiden Jokowi.

Namun, para pengamat mengatakan China tidak akan berhenti memperluas pengaruh di Laut China Selatan meski mendapat protes keras dari Indonesia.

“Beijing percaya bisa membungkam oposisi di Indonesia dan pada akhirnya, Indonesia, seperti halnya Malaysia, akan menyadari bahwa mereka tidak punya banyak pilihan selain mengakomodasi kehadiran China,” ujar peneliti senior Foreign Policy Research Institute, Felix Chang, dalam tulisannya pada Januari lalu.

Manuver China tersebut tak terlepas dari ambisi negara itu untuk mengklaim Laut China Selatan sebagai wilayah mereka dengan konsep Sembilan Garis Putus. Namun konsep itu tak pernah diakui Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menegaskan tidak gentar dengan klaim itu atau dengan China yang makin agresif.

“Indonesia tidak memiliki permasalahan perbatasan laut dengan RRT. Indonesia juga tidak akan pernah mengakui klaim China atas ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) berdasarkan klaim yang tidak dikenal oleh UNCLOS,” tegas Pelaksana tugas jubir Kemlu Teuku Faizasyah, Senin (8/6/2020).

Kemlu menyatakan, pihak yang mengganggu kestabilan di Laut China Selatan merupakan masalah bersama bagi negara-negara di wilayah ini.

Isu Laut China Selatan dan klaim sepihak China memang tak hanya menjadi isu dengan Indonesia. China sempat diseret oleh Filipina ke pengadilan arbitrase internasional akibat klaim Laut China Selatan.

Pada 2016, kasus itu dimenangkan oleh Filipina dan menegaskan China tak berhak mengklaim sumber daya Laut China Selatan berdasarkan konsep Sembilan Garis Putus.

China Abaikan Putusan Arbitrase

Kendati klaim historisnya terhadap Laut China Selatan dimentahkan oleh Pengadilan Arbitrase Internasional pada 2016 lalu, Beijing seolah mengabaikan hal itu dan terus melakukan berbagai pembangunan dan instalasi di perairan tersebut.

Sejak 2015, China terus mempercepat pembangunan pulau buatan di atas terumbu karang di Laut China Selatan. Tak hanya membangun daratan, China bahkan memasang sejumlah sistem militer dan bandar udara, pelabuhan, dan sistem radar di pulau-pulau buatan itu.

“Pulau-pulau ini penuh dengan radar dan kemampuan pengawasan sehingga China bisa melihat semua yang terjadi di Laut China Selatan. Di masa lalu, mereka tidak tahu di mana kalian melakukan penambangan atau latihan militer. Sekarang mereka pasti tahu,” jelas Polling.

Sementara itu, menurut Storey, agresivitas China di Laut China Selatan didorong dari keinginan pemerintahan Presiden Xi yang sangat ingin mengembangkan narasi bahwa AS, sebagai negara besar, telah mundur dalam perebutan pengaruhnya di kawasan.

“Ini akan menunjukkan kepada negara di Asia Tenggara bahwa kekuatan militer Amerika dan komitmennya terhadap kawasan itu berkurang. China juga ingin menunjukkan masalah ekonomi yang dihadapinya tidak akan berdampak pada kebijakannya di Laut China Selatan,” papar Storey. (ATN)

Tags: Asean SolidarityAsia Maritime Transparency InitiativeChinaLaut China SelatanMalaysiaZEE Natuna Utara
Previous Post

BCA Segera Akuisisi Rabobank Internasional Indonesia

Next Post

Arab Saudi Apresiasi Upaya Mesir Damaikan Libya

Related Posts

Respon AS, China Mobilisasi Pasukan Pengebom di Laut China Selatan
News

Respon AS, China Mobilisasi Pasukan Pengebom di Laut China Selatan

February 26, 2021
Xi Jinping Deklarasikan China ‘Menang Total’ Berantas Kemiskinan
News

Xi Jinping Deklarasikan China ‘Menang Total’ Berantas Kemiskinan

February 25, 2021
Militer Amerika dan Jepang Latihan Bersama di Laut China Selatan
News

Hadapi China, AS-Jepang Gelar Latihan Berteknologi Tinggi di Laut Asia Timur

February 24, 2021
China Bangun Sistem Latihan Militer Baru Hadapi Ancaman AS
News

China Bangun Sistem Latihan Militer Baru Hadapi Ancaman AS

February 23, 2021
Eks Panglima TNI Dukung AS Tolak Klaim Beijing di Laut China Selatan
News

Eks Panglima TNI Dukung AS Tolak Klaim Beijing di Laut China Selatan

February 22, 2021
China Minta Amerika Tak Picu Perang Dingin dan Hentikan Kebohongan
News

China Siap Rajut Kembali Hubungan dengan AS

February 22, 2021
Next Post
Arab Saudi Apresiasi Upaya Mesir Damaikan Libya

Arab Saudi Apresiasi Upaya Mesir Damaikan Libya

Discussion about this post

No Result
View All Result

Terbaru

  • Jakarta International Stadium, Dirancang Jadi Arena Sepakbola dan Exhibition
  • Neraca Perdagangan Indonesia Surplus USD1,96 Miliar di Januari 2021
  • Israel Kian Bar-bar, Larang Kumandang Azan di Masjid Hebron
  • Indonesia Diterpa 632 Bencana, 3 Juta Orang Jadi Korban
  • Ribuan Guci Raksasa yang Ditemukan di Kawasan Plain of Jars Laos, Masih Misterius
AsiaToday.id

© 2020 Asiatoday.id - Referensi Asia by PT Republik Digital Network.

Navigate Site

  • Tentang Kami
  • Tim Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Karir
  • Kontak

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Business
  • Energi Hijau
  • Travel
  • Event
  • Sains & Lingkungan
  • Korporasi

© 2020 Asiatoday.id - Referensi Asia by PT Republik Digital Network.