ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia mendorong implementasi Local Currency Settlement (LCS) di kawasan Asia melalui aktivitas perdagangan dan investasi. Pasalnya, peran Asia saat ini semakin meningkat dalam kegiatan ekonomi global.
Tak bias dipungkiri, pandemi COVID-19 telah memberikan dampak besar terhadap pasar keuangan, perdagangan dan juga investasi.
Indonesia sendiri telah mempersiapkan diri melalui serangkaian langkah signifikan dan fundamental untuk menghadapi volatilitas di pasar keuangan, baik untuk mengelola sentimen pasar maupun dalam mengantisipasi respons kebijakan yang ditempuh oleh negara maju (advance country).
“Sejumlah inisiatif bilateral ditempuh untuk mengimplementasikan diversifikasi mata uang antara lain melalui penggunaan Local Currency Settlement (LCS) untuk mendukung stabilitas perekonomian,” papar Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, pada sesi Leader’s Insight bertajuk “Strategic Policy Framework to Enhance The Usage of Local Currency Settlement in Trade and Investment in Asia” Rabu (16/2/2022).
Forum ini merupakan bagian dari hari ketiga rangkaian side events pertemuan kedua tingkat Deputi Kementerian Keuangan dan Bank Sentral (Finance and Central Bank Deputies Meeting/FCBD) dan pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Ministers and Central Bank Governors Meetings/FMCBG) Presidensi G20, yang berlangsung mulai tanggal 14 sampai 19 Februari 2022 di Jakarta.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Keuangan RI juga mengapresiasi langkah Bank Indonesia yang telah mendorong implementasi LCS sejak 2018.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menekankan pentingnya diversifikasi penggunaan mata uang untuk memfasilitasi investasi dan perdagangan global bagi negara berkembang guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kerentanan, termasuk potensi dampak sistemik dari guncangan global.
LCS sebagai salah satu implementasi diversifikasi mata uang dapat mengendalikan volatilitas nilai tukar dan mendukung ekonomi.
Pada tahun 2022, transaksi LCS ditargetkan meningkat, setelah tumbuh signifikan di tahun 2021, serta direncanakan akan merambah negara lainnya.
Senada dengan hal tersebut, Gubernur People’s Bank of China (PBC), Yi Gang, turut menyampaikan dukungan PBC pada skema diversifikasi mata uang.
Yi Gang meyakinkan bahwa skema kerja sama penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal (LCS) dapat meningkatkan perdagangan dan investasi. Dukungan tersebut dinyatakan melalui implementasi LCS antara China dengan Indonesia yang dipercaya memperkuat ekonomi kedua negara sekaligus mendukung percepatan pemulihan ekonomi di kawasan Asia.
Dalam sesi high level discussion tersebut, Chief Representative of The Bank for International Settlements (BIS) for Asia and The Pacific, Siddharth Tiwari, menambahkan perlunya mendorong daya tarik pasar mata uang lokal melalui pengembangan pasar keuangan dengan penggunaan mata lokal diantaranya pasar surat utang negara, pasar repo, dan pasar derivatif untuk lindung nilai atas risiko nilai tukar.
Chief Representative of BIS juga mendorong bank sentral untuk menggandeng para investor untuk meningkatkan investasinya pada surat utang korporasi dalam mata uang lokal, seperti BIS Asian Bond Fund.
Sesi kedua sebagai wadah diskusi pelaku ekonomi, di antaranya Ekonom Senior Indonesia, Chatib Basri, Presdir Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, Presdir BCA, Jahja Setiaatmadja dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani, berfokus pada peran Bank Appointed Cross Currency Dealers (ACCD) dalam memfasilitasi transaksi LCS bagi pengusaha ekspor-impor serta investor (Foreign Direct Investment).
Dukungan Bank ACCD melalui insentif skema LCS dapat mengoptimalkan penggunaan LCS serta memberikan pengusaha dan investor pilihan mata uang dalam penyelesaian transaksi bisnis untuk memitigasi risiko pada periode exit policy. (ATN)
Discussion about this post