ASIATODAY.ID, JAKARTA – Unagi atau ikan sidat merupakan menu yang paling dicari di restoran Jepang di seluruh dunia. Saat ini sekitar 80 persen konsumsi sidat dunia berasal dari hasil budidaya, namun bibitnya masih berasal dari tangkapan alam.
Di samping itu tingkat kelangsungan hidup benih sidat tergolong sangat rendah, sehingga pemanfaatannya secara komersial dapat menekan kestabilan populasi sidat di alam.
Kondisi tersebut tentunya dapat mengancam populasi sidat di Indonesia, seperti yang telah terjadi di Jepang dan Eropa.
Di Indonesia, salah satu daerah pengembangan budidaya sidat berada di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, tepatnya di muara Sungai Cimandiri.
Benih sidat dari Sukabumi tidak hanya menyokong usaha budidaya lokal, tapi juga bisnis budi daya sidat di seluruh Indonesia.
Perbaikan tingkat kelangsungan hidup (survival rate) sidat pada fase kritis ‘glass eel’ (benih) ke ‘elver’ (anakan) menjadi bagian kerja sama Food and Agriculture Organization (FAO), KKP, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi melalui proyek IFish.
Proyek yang menerima bantuan finansial dari Global Environment Fund (GEF) tersebut menjadikan Balai Benih Ikan (BBI) Tonjong di Sukabumi sebagai lokasi demonstrasi pembesaran anakan sidat.
Kepala Pusat Riset Perikanan (Pusriskan), Yayan Hikmayani; bersama dengan Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, dan National Project Manager Proyek FAO IFish, Sudarsono, mengunjungi lokasi demonstration site IFish sekaligus meresmikan unit pendederan sidat untuk memperkuat kerja sama pengelolaan perikanan darat, di BBI Tonjong, Palabuhanratu, Kamis, 16 Desember 2021.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk meninjau hasil siklus pertama demonstrasi pembesaran sidat.
Diketahui bahwa upaya yang telah dilakukan sebelumnya, berhasil meningkatkan survival rate benih ke fase anakan hingga 60 persen.
“Kunjungan ini menandai dimulainya siklus kedua kegiatan demonstrasi sidat. Diharapkan hasil dari kegiatan demonstrasi di BBI Tonjong memberikan informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan survival rate sidat dari fase benih ke anakan. Semakin tinggi survival rate, semakin sedikit benih yang perlu diambil dari alam, sehingga dapat mengurangi tekanan pada populasi sidat,“ papar Yayan, dikutip Senin (20/12/2021).
Kerjasama proyek IFish dengan FAO dan Pemda Kabupaten Sukabumi, telah berlangsung sejak tahun 2018. Fokus utama dari kerjasama tersebut adalah pengarusutamaan prinsip konservasi keanekaragaman hayati perairan darat ke dalam kebijakan, melalui kegiatan demonstrasi dan pemanfaatan berkelanjutan, khususnya untuk spesies ikan sidat (Anguilla spp.).
Upaya tersebut dirasa penting bagi peningkatkan kontribusi sektor perikanan perairan darat bagi pemenuhan gizi dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Bupati Kabupaten Sukabumi, Marwan Hamami, menilai perairan Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu perairan strategis jalur ruaya benih sidat di selatan Jawa.
“Dengan melimpahnya sumber daya benih, Kabupaten Sukabumi akan menyusun program jangka panjang untuk pemanfaatan dan pengelolaan perikanan sidat, serta menjadikan Kabupaten Sukabumi sebagai ikon produsen ikan sidat di Indonesia. Salah satu lokasi yang penting bagi perikanan sidat di Sukabumi adalah BBI Tonjong, sebagai pusat pembesaran benih ke anakan,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Sudarsono, National Project Manager proyek FAO-IFish. Di samping kerjasama demonstrasi di BBI Tonjong, proyek IFish dikatakan akan melanjutkan kerjasama dengan Kabupaten Sukabumi pada tahun 2022 untuk menyusun sejumlah kebijakan strategis, seperti peraturan daerah Pengelolaan Perikanan Darat dan Masterplan Pengelolaan Perikanan Sidat di Kabupaten Sukabumi.
“Kedua kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan integrasi tata kelola perikanan darat, serta sinergi kuat para pihak dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perairan darat dan perikanan sidat,” tuturnya.
Sejumlah langkah kerjasama melalui proyek IFish terkait sidat di Sukabumi di antaranya studi banding ke Kabupaten Cilacap, Training of trainer untuk pemantauan sumber daya benih sidat, pembentukan kelompok kerja Pengelolaan Perairan Darat Terpadu di Kabupaten Sukabumi, serta pembentukan kelompok masyarakat pengawas yang melibatkan nelayan, pengepul dan komunitas pemancing sebagai ujung tombak pengawasan sumberdaya ikan dan ekosistem sungai di Kabupaten Sukabumi.
Pada tataran yang lebih luas, proyek IFish memfasilitasi perencanaan pembangunan jalur laluan ikan (fishway) pada konstruksi Bendung Caringin di Sungai Cibareno bersama Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat dan Charles Sturt University, Australia.
Jalur laluan tersebut dibangun pada struktur melintang agar ikan lokal seperti sidat atau kancra/soro dapat beruaya di sepanjang daerah aliran sungai.
Proyek IFish juga mendukung program prioritas KKP dalam membangun ‘Kampung Ikan’ air tawar berbasis kearifan lokal di Kabupaten Sukabumi.
Diharapkan kampung ikan tersebut dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat perdesaan yang mengedepankan potensi perikanan lokal, serta menerapkan pendekatan ekosistem dan ramah lingkungan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa sumber daya ikan di Indonesia, termasuk sidat yang beragam ini perlu dikelola secara bertanggung jawab agar lestari dan memberi kemakmuran bagi masyarakat nelayan sidat.
Penerapan prinsip-prinsip konservasi dan keterlibatan berbagai pihak dalam pengelolaan sumber daya sidat diharapkan dapat memberikan jaminan bagi keberlanjutan sumber daya sidat di Indonesia. (ATN)
Discussion about this post