ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama TNI dan Polri kembali menenggelamkan 40 kapal ikan asing (KIA) yang terbukti mencuri ikan di perairan laut Indonesia. Penenggelaman kapal dilakukan di Perairan Natuna, Senin (7/10/2019).
Penenggelaman ini diakui menjadi yang terakhir di periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Untuk saya, setelah kabinet ini selesai maka mungkin inilah penenggelaman kapal yang terakhir. Pemusnahan barang bukti kapal pelaku illegal fishing tak hanya melaksanakan amanah undang-undang perikanan, tapi juga memastikan kesejahteraan masyarakat. Agar masyarakat dapat mencukupi kebutuhan ekonominya dari hasil laut,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti dalam siaran pers yang diterima asiatoday.id, Selasa (8/10/2019).
Pelaksanan Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya KP, Agus Suherman mengatakan, sebanyak 21 KIA ilegal ditenggelamkan di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu, 6 Oktober 2019 dan sisanya serentak dilakukan di Belawan enam kapal; Batam enam kapal, dan Natuna tujuh kapal pada Senin.
“Ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Mereka terbukti mencuri ikan ilegal dan itu tidak dibenarkan. Ini sudah berdasarkan putusan pengadilan,” jelasnya.
Penenggelaman KIA yang berasal dari Vietnam, Thailand, Filipina dan Malaysia itu dilakukan dengan melubangi lambungnya sehingga air masuk ke kapal.
“Mayoritas kapal yang ditenggelamkan berasal dari Vietnam,” jelasnya.
Menteri Susi menegaskan, pemusnahan kapal merupakan hal rutin yang dilakukan satu atau dua kali dalam setahun.
“Bukan berarti para pelaku illegal fishing tidak dihukum, kita kumpulkan hingga akhirnya inchract-nya cukup banyak dan kita lakukan penenggelaman,” tegas Susi.
Sebelumnya, pada 4 Oktober 2019, tiga kapal telah dimusnahkan di Sambas dengan cara dihancurkan dan mesinnya ditenggelamkan karena ketiga kapal berbendera Vietnam itu sudah rusak, sehingga tidak memungkinkan untuk ditenggelamkan.
Tercatat, kapal ikan berbendera Vietnam merupakan pelaku IUU fishing di Indonesia yang jumlahnya paling banyak setiap tahun dibandingkan negara-negara lain.
Menurut data KKP, sebanyak 556 kapal asing sudah ditenggelamkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2014 – 2019).
Jumlah tersebut terdiri dari 321 kapal berbendera Vietnam, 91 kapal Filipina, 87 kapal Malaysia, 24 kapal Thailand, Papua Nugini 2 kapal, RRT 3 kapal, Nigeria 1 kapal, Belize 1 kapal, dan Indonesia 26 kapal.
Selain efek jera, ujar Susi, penenggelaman KIA juga dilakukan untuk memberi kepastian hukum di Indonesia sebagai negara berdaulat.
Menurutnya, tidak ada opsi lain untuk pelanggar kedaulatan wilayah negara dan tindak pidana pencurian ikan selain dengan cara dimusnahkan.
“Sudah saatnya kita sebagai negara mengamankan dan memastikan sumber daya alam ini ada, terus ada dan banyak, untuk kita dan anak cucu kita,” kata Susi.
Bantah Investor Kabur
Menteri Susi memandang, keberhasilan program mempertahankan kedaulatan sumber daya alam yang telah dilakukan adalah meningkatnya stok ikan di dalam negeri.
“Kita akan buat program pembangunan masyarakat kelautan dan perikanan, nelayan yang mau dikasih kapal, perahu, jaring jika ikannya tidak ada ya untuk apa,” paparnya.
“Lima tahun terakhir ekspor kita juga naik. NTN (Nilai Tukar Nelayan), NTUP (Nilai Tukar Usaha Perikanan) juga naik 20 persen,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah akan mempertahankan keberlanjutan sumber daya ikan, karena memiliki potensi nilai yang melebihi migas dan tambang.
“Ikan akan terus ada selama kita menjaganya,” ujarnya.
Susi juga membantah anggapan jika yang dilakukannya telah membuat investor kabur.
“Tidak ada hubungannya, jika dia mau ikan Indonesia, bangun industri di sini,” tegasnya.
Saat meresmikan operasional Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) di Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Susi berharap SKPT tersebut akan menjadi garda terdepan untuk menunjukkan identitas Indonesia.
“Kabupaten Natuna berbatasan langsung dengan sejumlah negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, Singapura, dan Malaysia. Hal ini menjadikan Natuna sebagai garda terdepan untuk menunjukkan identitas Indonesia di mata dunia,” kata Susi.
SKPT yang dibangun sejak 2016 diharapkan akan menjadi pusat pertumbuhan bisnis di daerah perbatasan, terutama Natuna.
“Sebagai wilayah pesisir, kelautan dan perikanan menjadi sektor sangat penting untuk memajukan ekonomi masyarakat setempat,” ujarnya.
Dampak Positif
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch, Moh Abdi Suhufan mengatakan sejauh ini, hanya penenggelaman kapal yang bisa memberi efek jera bagi para pelanggar batas laut yang mencuri ikan.
“Bisa dilihat dari menurunnya tingkat pencurian ikan dan berdampak positif dalam menghadirkan kepemimpinan Indonesia di ASEAN dalam penanganan IUU Fishing,” katanya.
Menurutnya, penenggelaman kapal-kapal pencuri ikan ilegal tidak berdampak terhadap investor.
“Ini tidak akan membuat investor kabur sebab usaha perikanan tangkap masuk Daftar Negatif Investasi yang memang tertutup oleh asing,” jelasnya.
Menurut Abdi, sepanjang penenggelaman kapal dilakukan untuk penegakan hukum dan memberikan efek jera sesuai keputusan pengadilan, hal itu merupakan keharusan.
“Penenggalaman kapal adalah amanat UU perikanan kecuali pengadilan memutuskan lain, misalnya dikuasai atau dihibahkan ke pemerintah,” tandas Abdi. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post