ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Republik Indonesia (RI), Sri Mulyani Indrawati secara tegas menolak Indonesia dijadikan sebagai negara tujuan greenwashing oleh negara maju penghasil emisi karbon.
Karena itu, Kementerian Keuangan mulai merumuskan tarif karbon yang relevan untuk menjaga kepentingan nasional sekaligus menarik bagi investor.
Greenwashing adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengeklaim telah menerapkan produksi yang ramah lingkungan.
Menurut Sri Mulyani, jika harga karbon di Indonesia terlalu murah maka akan menyebabkan greenwashing, yakni praktik membuat klaim yang tidak berdasar atau menyesatkan tentang manfaat lingkungan dari suatu produk perusahaan.
“Di negara maju polusi terus terjadi, mereka beli karbonnya di Indonesia murah. Ini yang disebut nanti akan terjadi greenwashing, di sana tetap polusi dan belinya di tempat karbon yang murah maka Indonesia harus protecting our karbon on market,” ujar Sri Mulyani dalam CEO Forum, Kamis (18/11/2021).
Dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Pemerintah menetapkan harga karbon di Indonesia sebesar Rp 30 ribu per kg karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Namun harga ini jauh lebih rendah dibandingkan negara maju seperti Kanada yang dikisaran USD40 dan sekarang naik menjadi USD125.
“Di dalam undang-undang HPP, kita sudah meng-introduce karbon dengan harga awal adalah 30 ribu per kg itu adalah ekuivalen USD2. Harga karbonnya sangat jauh dari harga di Kanada yang udah USD40, namun kalau terlalu murah nanti banyak yang beli karbon di Indonesia,” ujarnya.
Menkeu mengungkapkan, saat ini penentuan harga karbon masih menjadi pembahasan secara global. Karena menurut komitmen Change Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, dinyatakan tidak ingin suhu di dunia naik maka harga karbon harus semakin mahal.
“Ini yang menjadi soal juga sedang dibahas. Di Kanada harga karbon sampai USD40 akan naik menjadi USD125 bahkan USD140 dollar, karena menurut komitmen COP26 kalau kita ingin kenaikan suhu di dunia maka harga carbon harus makin mahal,” jelasnya.
Walau demikian, untuk menaikkan harga karbon di pasar tidak mudah karena dibutuhkan koordinasi dan regulasi yang jelas agar tidak menimbulkan masalah baru di masa depan.
“Situasi ini sangat rumit namun harus dimulai. Pasar karbon ini yang akan mulai di introduce nanti ada masalah siapa yang menjadi regulatornya, tempatnya di mana, kredibilitas karbon marketnya seperti apa, terus harganya di mana awalnya,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post