ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia menargetkan perdagangan karbon mulai diimplementasikan pada Agustus 2023 mendatang.
“Rancangan Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tentang Tata Laksana Perdagangan Karbon Luar Negeri segera dituntaskan paling lambat Agustus 2023. Pengaturannya tidak over regulated, sejalan dengan praktek internasional dan menguntungkan bagi Indonesia,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Republik Indonesia, Luhut B. Pandjaitan dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Update Carbon Pricing di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Luhut menyampaikan, dalam pembuatan kebijakan perdagangan karbon hingga percepatan implementasinya itu harus menjangkau aturan perdangan karbon hingga ke luar negara atau mancanegara.
Pengaturan perdagangan karbon luar negeri ini harus dibuat sederhana dan applicable, melalui mekanisme yang jelas. Di antaranya Otorisasi dengan Corresponding Adjustment/CA merujuk pada Paris Agreement; dan Otorisasi tanpa CA dengan kemudahan proses otorisasi yang didefinisikan.
“Perlu disiapkan strategi masa transisi, agar perdagangan karbon tetap bisa segera dimulai dan memenuhi standar internasional,” ungkapnya.
Dia menjelaskan bahwa perdagangan karbon lintas sektor dalam negeri atau Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) harus menerapkan prinsip 1 harga dan 1 pasar.
Sejauh ini sudah diselesaikan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tata laksana Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sektor energi (ketenagalistrikan) dan Permen LHK NEK sektor kehutanan.
Karena itu, Menko Marves meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perindustrian untuk segera menyelesaikan pengaturan tata laksana NEK untuk sektor limbah, pertanian, industri (Industrial Processes and Product Use/ IPPU) dalam tahun 2023.
“Rumah Karbon yang sudah diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat menjadi embrio dalam mengoordinasikan perdagangan karbon lintas sektor. Selanjutnya dapat dikembangkan menjadi lembaga baru untuk mengoordinasikan pelaksanaan perdagangan karbon lintas sektor sebelum masuk ke bursa karbon, dengan Komite Pengarah NEK sebagai Dewan Pengarah,” ujarnya menjelaskan.
Di samping itu, Menko Luhut juga menuturkan Pre-launching bursa karbon agar dilaksanakan pada akhir Juli dan launching pada September 2023. Sehingga perdagangan karbon dapat dilaksanakan secara bertahap dengan memastikan unit karbon yang berkualitas, dimulai dari emisi (Emission Trading System/ ETS) ketenagalistrikan dan sektor kehutanan.
“Perlu koordinasi yang ketat antara Otoritas Jasa Keuangan, KLHK dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” pungkasnya.
Sebelumnya, sudah diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Sebagaimana diketahui, perdagangan karbon merupakan bagian dari penyelenggaraan NEK.
Rapat Koordinasi Pembahasan Update Carbon Pricing ini dihadiri sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri LHK, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ketua Dewan Komisioner OJK dan perwakilan kementerian/lembaga terkait. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post