ASIATODAY.ID, BALI – Pemerintah Indonesia menyumbang sebesar US$50 juta untuk Pandemic Fund.
Sebagai Presidensi G20 tahun 2022 ini, Indonesia memimpin Satgas Gabungan Keuangan dan Kesehatan (Join Health Finance Minister Meeting/JFHMM) yang beranggotakan menteri keuangan dan menteri kesehatan dari negara anggota G20.
Menurut Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati nilai US$50 juta ini tentunya jauh di atas dari share Indonesia dalam ekonomi dunia, namun hal ini menjadi wujud komitmen Indonesia sebagai Presidensi G20.
“Komitmen dari Presiden Joko Widodo adalah membuat mekanisme dan fund, sehingga bisa mempercepat dan mendukung memberikan dukungan kredibel kepada persiapan pandemi. Nilai US$50 juta komitmen dari Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers 2nd Joint Finance and Health Minister Meeting di Hotel Mulia Resort, Nusa Dua pada Sabtu (12/11/2022) malam.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan, seluruh negara anggota G20 meminta tata kelola dari dana ini harus lebih inklusif serta memberikan perhatian kepada negara-negara berpendapatan terendah dan negara-negara berkembang terkait pengembangan kapasitas untuk kesiapsediaan pandemi.
“Ini deliverables yang sangat baik dan sangat konkret. Ini menunjukkan komitmen kuat dan kolaborasi dari semua negara anggota G20 yang didukung oleh organisasi internasional dan komitmen yang berasal dari banyak organisasi filantropi,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan dari kajian yang dilakukan untuk penanganan pandemi dibutuhkan dana US$10 miliar. Saat ini telah terkumpul dana sebesar US$1,4 miliar untuk penanganan pandemi.
Sebanyak 20 negara donor dan tiga filantropi mengumumkan kesediaannya masuk dalam penggalangan Pandemic Fund dengan total senilai US$1,4 miliar. Negara donor tersebut adalah Australia, Kanada, Komisi Eropa, Perancis, Jerman, China, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan, Singapura, Inggris, Spanyol, Amerika Serikat dan UEA.
Selanjutnya tiga filantropi, yaitu The BIll & Melinda Gates Foundation, The Rockefeller Foundation, dan Wellcome Trust,” jelasnya.
“Kami sudah menerima tiga negara lagi yang menyampaikan bahwa mereka akan berkontribusi termasuk Australia, Prancis, dan Arab Saudi. Mereka akan mengumumkan jumlahnya pada pertemuan pemimpin-pemimpin G20. Jadi kita sudah mengharapkan kontribusi totalnya akan lebih dari US$ 1,4 miliar,” kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya sinergi antara sektor finansial dan keuangan, sebab dalam 20 tahun terakhir pandemi memberikan dampak besar ke perekonomian.
Misalnya pada tahun 2003 terjadi wabah flu burung memberikan dampak terhadap ekonomi US$50 miliar. Wabah ebola di tahun 2014 memberikan dampak ekonomi hingga US$50 juta.
“Hal ini sudah menyebabkan dampak ekonomi yang sangat besar sekali, ini alasan G20 saat dibentuk tahun 2008 yang pada awal sepenuhnya adalah permasalahan ekonomi sekarang juga memperhatikan permasalahan kesehatan. Alasannya adalah krisis kesehatan membawa dampak ekonomi yang sangat signifikan secara global,” jelas Budi.
Menurut Menkes Budi, arsitektur kesehatan global tidak secanggih arsitektur keuangan global, karena belum ada struktur yang memadai dalam arsitektur kesehatan dunia.
Oleh karena itu, Indonesia sebagai Presidensi G20 mengajak negara lain untuk mereplikasi arsitektur keuangan global.
“Kami juga memutuskan untuk membuat gugus tugas kesehatan dan keuangan sehingga kita bisa menginstitusionalkan dan replikasi dari arsitektur keuangan global ke arsitektur kesehatan global. Indonesia ingin mereplikasi sistem tersebut dengan membuat Pandemic Fund yang bisa memainkan peran penting sebagai salah satu pilar penting dalam arsitektur kesehatan global,” tandas Budi. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post