ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indo Pacific Economic Framework (IPEF) menawarkan pendekatan baru yang diharapkan menjadi kerangka kerja sama yang fleksibel untuk menghadapi tantangan ekonomi yang relevan.
IPEF yang diusung oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam kunjungannya ke Tokyo pada 23 Mei, menjadi salah satu pijakan baru bagi AS dan negara di kawasan Indo Pasifik untuk mempererat hubungan ekonomi. IPEF terdiri dari empat pilar utama, yakni perdagangan, rantai pasok, energi bersih dan dekarbonisasi, serta anti korupsi dan perpajakan.
Akan tetapi, IPEF disebut-sebut memiliki perbedaan dengan perjanjian perdagangan bebas tradisional yang sudah ada sebelumnya.
“IPEF tidak fokus pada pembebasan tarif, tetapi ada komponen lainnya seperti fasilitas perdagangan yang dapat membantu membuka jalan untuk akses pasar yang lebih luas, terutama untuk negara berkembang,” jelas seorang Pejabat Bidang Ekonomi, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, dikutip Senin (6/6/2022).
Menurut dia, terdapat beberapa tantangan ekonomi yang relevan dan belum ditangani dalam perjanjian kerja sama tradisional.
“Kami melihatnya sebagai pendekatan modern pada aturan perdagangan. Ini sangat ambisius, dan berstandar tinggi. Ada komponen penegakan dan komponen insentif di dalamnya,” lanjutnya.
IPEF memandang tarif bukanlah masalah utama dalam perdagangan, melainkan hambatan non tarif, terutama dalam perdagangan digital seiring dengan tingginya laju potensi ekonomi digital di Indonesia. Hal itu sejalan dengan salah satu tema utama G20 tahun ini, di mana Indonesia menjadi tuan rumahnya.
“Gagasan kami adalah untuk memiliki standar yang sama antar anggota, seperti aliran data, persyaratan lokalisasi data, masalah privasi, dan standar lainnya,” terangnya.
Selain soal ekonomi digital, IPEF juga memberikan perhatian khusus pada kerja sama di bidang rantai pasok, bagian yang kini mengalami tantangan besar di tengah pemulihan pandemi dan lockdown di China.
Indonesia akan memiliki kepentingan besar di bidang ini mengingat upaya pemerintah untuk membangun fasilitas produksi baterai untuk kendaraan listrik. Produsen Electric Vehicle (EV) terbesar AS, Tesla Inc., bahkan telah mengungkapkan minatnya untuk bekerja sama dengan Indonesia.
“Pentingnya memetakan rantai pasok mineral dan berupaya memastikan bahwa kami memiliki mitra terpercaya. Ini akan menjadi upaya penting ke depan,” ujar pejabat tersebut.
Transisi energi juga menjadi salah satu pilar penting dalam kerja sama IPEF yang kini telah diterima oleh 13 negara yang mewakili 40 persen PDB dunia. Kerja sama dapat meliputi transfer teknologi, program bantuan teknis penghapusan karbon, standar efisiensi energi, dan juga melawan emisi metana.
Lebih lanjut dikatakan sudah ada 12 perusahaan AS yang tertarik untuk menanamkan investasi di bidang energi bersih di Indonesia.
Sebagai referensi, IPEF berhasil disepakati oleh 13 negara, termasuk Indonesia, Australia, Brunei, Fiji, India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Berdasarkan catatan Pemerintah AS, negaranya telah berkontribusi pada investasi langsung senilai USD969 miliar di kawasan Indo Pasifik, hampir dua kali lipat dalam satu dekade terakhir.
Adapun kegiatan perdagangan antara AS dan Indonesia telah mencapai USD36 miliar pada 2021, tumbuh 30 persen dari tahun sebelumnya.
Indonesia telah mengekspor barang-barang bernilai tambah yang signifikan ke Amerika Serikat seperti mesin dan peralatan listrik dan tekstil. Indonesia membukukan surplus perdagangan yang besar dengan Amerika Serikat setiap tahunnya. (ATN)
Discussion about this post