ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Jerman mendukung penuh upaya Indonesia dalam mempercepat Perhutanan Sosial.
Kedua negara sepakat menjalankan Forest Programme V: Social Forestry Support Programme yang dilaksanakan selama 7 tahun dari tahun 2021 hingga 2027 dengan pendanaan sebesar 11,5 juta Euro dan komitmen tambahan sebesar 10 juta Euro.
FP V bertujuan untuk menerapkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan secara sosial, ekologi dan ekonomi di kawasan hutan yang dipilih, untuk memperbaiki kondisi ekosistem dan mata pencaharian masyarakat setempat dengan peningkatkan kapasitas para pihak terkait perhutanan sosial melalui pendekatan hulu – hilir bertumpu pada produktivitas dan nilai tambah, fasilitasi model Perhutanan Sosial berkelanjutan melalui kewirausahaan untuk kesejahteraan masyarakat, ketahanan pangan dan iklim dan memperkuat petunjuk teknis perhutanan sosial di tingkat tapak dengan pendekatan pengembangan wilayah berbasis komoditi Perhutanan Sosial dengan kearifan lokal.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Supriyanto menjelaskan, terdapat 4 lokasi FP V yaitu Kabupaten Sanggau di Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Sikka di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Garut di Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Madiun di Provinsi Jawa Timur.
“Model pengembangan ekonomi wilayah berbasis hutan adat akan dilaksanakan di Sanggau sehingga sumbangan ekonomi berbasis kearifan lokal pada PDRB meningkat,” kata Bambang, dikutip Kamis (30/9/2021).
Bambang menambahkan bahwa model pengembangan 17 Kelompok Tani Hutan di Garut telah mampu merubah pola sayur menjadi kopi agroforestry dan didukung koperasi pengolahan dan pemasaran kopi untuk ekspor mancanegara sehingga cocok untuk sekolah lapang.
“Proses market chain bambu di Sikka dan Ngada dapat di tingkatkan melalui pembangunan industri pres bambu yang memungkinkan penurunan biaya transportasi ketika mereka menjualnya kepada offtaker bambu lamina di Bali sehingga mereka mendapat nilai tambah ekonomi. Demikian juga di Madiun dengan potensi komoditi porang yang berorientasi kepada ekspor,” jelasnya.
Menurut Bambang, saat ini distribusi akses Perhutanan Sosial di Indonesia telah mencapai 4,73 Juta hektar dan telah terbentuk 7.780 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Dalam rangka mendukung percepatan pemberian persetujuan areal perhutanan sosial dengan target seluas 12,7 juta hektar dan program pemerataan ekonomi dilakukan peningkatan kualitas usaha KUPS.
Bambang menjelaskan bahwa Perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.
“Perhutanan sosial adalah salah satu kegiatan prioritas dalam pembangunan nasional, sebagai kebijakan afirmatif negara untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, dalam kontek distribusi pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat, yang sekaligus sebagai upaya untuk untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya hutan secara lestari dalam aspek ekonomi, sosial dan ekosistem,” pungkas Bambang. (ATN)
Discussion about this post