ASIATODAY.ID, WASHINGTON – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah berjanji untuk bekerja lebih dekat dengan sekutu Amerika Serikat (AS) dalam menghadapi perdagangan dengan China.
Pasalnya, Biden tampaknya tidak mungkin untuk membatalkan tarif-tarif pendahulunya atas baja, aluminium, dan barang-barang lainnya yang diimpor dari China dan Eropa dalam waktu dekat.
“Saya telah diberi tahu bahwa jika Anda menutup mata, Anda mungkin tidak dapat membedakan antara agenda perdagangan Biden dan Trump. Biden tidak akan cepat membongkar beberapa tarif ini,” ujar mantan penasihat perdagangan Partai Republik di Komite Keuangan Senat AS, Nasim Fussell, dilansir dari Antara, Minggu (8/11/2020).
Biden yang merebut kursi kepresidenan pada Sabtu, 7 November 2020, setelah berhari-hari penghitungan suara, terpilih dengan dukungan kuat dari serikat pekerja dan kaum progresif yang skeptis terhadap kesepakatan perdagangan bebas di masa lalu.
Dengan begitu, ia akan menghadapi tekanan untuk mempertahankan perlindungan bagi industri yang rentan, seperti baja dan aluminium.
Prioritas ekonomi utama Biden adalah menghidupkan kembali ekonomi yang terdampak pandemi virus corona, sehingga perjanjian perdagangan kemungkinan akan fokus pada upaya stimulus dan pembangunan infrastruktur.
Penasihat Biden mengatakan dia akan berusaha untuk mengakhiri perang perdagangan buatan dengan Eropa serta akan segera berkonsultasi dengan sekutu AS sebelum memutuskan masa depan tarif AS atas barang-barang China dalam upaya untuk “pengaruh kolektif” terhadap Beijing.
Mantan pejabat perdagangan pemerintahan Trump dan Obama mengatakan untuk menurunkan tarif barang-barang China, Biden kemungkinan akan menuntut konsesi dasar yang sama dari China seperti yang dilakukan Trump yakni membatasi subsidi besar-besaran kepada perusahaan yang dikendalikan negara, mengakhiri kebijakan yang memaksa perusahaan-perusahaan AS untuk mentransfer teknologi ke mitra China, dan membuka pasar layanan digitalnya ke perusahaan teknologi AS (konstituensi donor Biden besar lainnya).
“Setiap presiden akan memiliki ini dalam agenda mereka, tetapi itu akan sangat sulit,” kata Jamieson Greer, yang menjabat hingga April sebagai kepala staf di kantor Perwakilan Dagang AS.
Pemerintahan Biden akan lebih dapat diprediksi pada perdagangan setelah perubahan mendadak Trump dan ancaman tarif, kata Wendy Cutler, mantan negosiator perdagangan USTR (Perwakilan Dagang Amerika Serikat).
“Hari-hari para penasihat yang berebut untuk menerapkan apa yang mereka pelajari melalui cuitan presiden, akan berlalu,” kata Cutler, wakil presiden di Asia Society Policy Institute.
Biden tampaknya tidak akan mencoba menghidupkan kembali Kemitraan Trans-Pasifik, kesepakatan perdagangan 12 negara Lingkar Pasifik yang dinegosiasikan oleh pemerintahan Obama tetapi ditinggalkan oleh Trump pada 2017.
Sebaliknya, dia akan mereformasi Organisasi Perdagangan Dunia yang rusak parah dengan aturan baru yang melarang subsidi dan praktik non-pasar lainnya dipandang sebagai prioritas yang lebih besar. (ATN)
Discussion about this post