ASIATODAY.ID, HONG KONG – Kepolisian Hong Kong membongkar kasus penipuan kerja di Asia Tenggara.
Setidaknya, lima warga Hong Kong telah ditangkap. Modus operandi pelaku adalah memancing para korban untuk datang ke beberapa negara Asia Tenggara.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah korban mengaku telah dikirim ke sejumlah negara seperti Myanmar, Kamboja, Thailand, dan Laos, dengan iming-iming pekerjaan bergaji tinggi. Namun pada kenyataannya, mereka justru disekap dan dipaksa bekerja.
Kamis kemarin, sejumlah otoritas telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk membantu masyarakat korban perdagangan manusia di wilayah Asia Tenggara.
“Sebanyak 36 laporan permintaan bantuan yang telah diterima kepolisian berkaitan dengan penipuan kerja,” kata Tony Ho, Pengawas Senior Biro Kejahatan Terorganisir dan Triad, dilansir dari CNA, Senin (22/8/2022).
Polisi berhasil menahan tiga pria dan dua perempuan yang diduga melakukan penipuan kepada warga untuk menerima tawaran kerja yang “sangat tidak realistis,” kata Ho.
Tidak hanya itu, Ho juga mengatakan bahwa setidaknya 22 korban diyakini masih terjerat skema kerja paksa di Kamboja dan Myanmar, di mana 9 di antaranya belum memberikan kabar kepada keluarga mereka atau kepolisian Hong Kong.
Ia mengatakan bahwa para korban diberikan tiket pesawat, dan sebagian besar dari mereka paspornya diambil ketika mendarat. Setelah itu, mereka akan dikirim ke pusat penipuan dan dipaksa melakukan penipuan kepada orang lain.
Hari Minggu kemarin, politikus asal partai DAB asal Hong Kong mengatakan kepada para wartawan bahwa sebuah keluarga meminta bantuan, mengatakan bahwa ada satu warga Hong Kong yang terperangkap selama sebulan di pusat perdagangan manusia di Negara Bagian Kayin, Myanmar.
“Keluarganya menduga bahwa ia mengalami penyiksaan secara fisik,” ujar Woo Cheuk-Him, seorang politisi yang menerima permintaan bantuan.
“Ia mengatakan bahwa dirinya telah dipaksa bekerja lebih dari 10 jam per harinya. Apabila ia tidak memberikan pelayanan terbaik, ia tidak akan mendapat makanan,” tambahnya.
Kamis kemarin, Pengacara Hak Asasi Manusia, Patricia Ho mengatakan bahwa Undang-Undang yang berlaku di Hong Kong tidak cukup mengatasi penipuan sejenis itu, lantaran kota semi-otonom tersebut tidak memiliki hukum yang secara khusus melarang perdagangan manusia dan kerja paksa. (ATN)
Discussion about this post