ASIATODAY.ID, BALI – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menjadi negara pertama di kawasan Asia yang ditunjuk menjadi penyelenggara Global Science Conference on Smart Agriculture yang ke-5.
Konferensi itu dihadiri negara-negara besar dunia dan digelar di Ayana Hotel, Kawasan Jimbaran, Bali, Selasa (8/10/2019).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian, Dr. Fadjry Djufry, mengungkapkan pertemuan sebesar ini sudah seharusnya mengangkat tema perubahan sistem pangan dalam kondisi perubahan iklim.
“Tema tersebut mengimplikasikan bahwa kita tetap harus bergerak untuk produksi pangan dengan memikirkan fase panen, pasca panen serta fase konsumsi,” terang Fadjry, melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Menurut Fadjry, perubahan iklim global yang terjadi selama beberapa tahun terakhir telah menempatkan petani pada situasi yang sulit, serta lebih rentan dari berbagai ancaman dan gangguan. Apalagi Indonesia sebagai negara agraris mengalami banyak tantangan cuaca dan iklim yang ekstrim.
“Ke depan, tantangan kami adalah bagaimana menghasilkan strategi manajemen berbasis sains untuk meningkatkan kapasitas petani dalam beradaptasi dengan iklim ekstrem dan meningkatkan ketahanan sistem pertanian mereka,” katanya.
Fadjry memandang, hal itu berdampak langsung pada tingkat konsumsi masyarakat sehari-hari. Masalah ini, seperti pada posisi makanan sisa yang terbuang percuma karena pangan yang ada jumlahnya sangat melimpah disatu level dan pada sisi lain ada juga kasus kekurangan makanan dan masalah gizi.
“Hal ini sangat berkaitan dengan perilaku manusia itu sendiri dan untuk mengubahnya tergantung strategi yang digunakan. Inilah salah satu alasan mengapa konferensi Global Science dilaksanakan. Dimana para peneliti kelas dunia dari berbagai negara berkumpul mencari jalan keluar,” katanya.
“Saya menyadari bahwa hingga saat ini belum ada kementerian atau instansi pemerintahan di negara yang bergerak mengatasi food waste dan isu ini bukanlah hal yang mudah untuk diajukan ke para penentu kebijakan,” tambahnya.
Fadjry menilai, jika tema iklim dan penangananya terus menguat hingga dibahas di forum dunia, maka konferensi ini akan menghasilkan strategi baru dalam meminimalisir mubazirnya makanan di setiap negara masing-masing.
“Meskipun, saya menyadari akan adanya tantangan tersendiri dalam menyusunnya, terutama yang berkaitan dengan struktur pemerintahaan saat ini di hampir setiap negara,” katanya.
Untuk itu, Fadjry memandang perlunya sistem integrasi antara sistem produksi dan pola konsumsi yang lebih arif dan bijaksana. Dengan demikian, setiap produksi yang dihasilkan tetap ramah lingkungan dan mampu mengangkat kesejahteraan petani.
“Kita perlu melakukan upaya maksimal dengan cara meningkatkan produksi pangan, namun tidak menambah jumlah emisi gas rumah kaca. Sekali lagi, saya yakin bahwa konferensi ini akan dapat mengusulkan strategi untuk peningkatan produksi dan sistem konsumsi dengan dampak negatif lingkungan secara minimum,” tandasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post