ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ketika gelombang Tsunami menerjang Aceh pada 26 Desember 2004 silam, dalam seketika wilayah pesisir daerah itu porak-poranda. Selain menelan banyak korban jiwa dan melenyapkan harta benda, pemukiman penduduk juga luluh lantak tersapu gelombang.
Setelah bencana itu, Indonesia makin menyadari bahwa harus ada langkah mitigasi untuk membentengi wilayah pesisir dan garis pantai dengan benteng alamiah, salah satunya dengan konservasi Mangrove (Hutan Bakau).
Selama bulan Oktober 2021 ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memusatkan perhatiannya terhadap pesisir dengan menggalakkan konservasi Mangrove.
Selain berkonstribusi langsung terhadap pengendalian emisi karbon, di masa depan, Mangrove berguna untuk mempertahankan kestabilan bentang alam melalui pengendalian abrasi laut dan mereduksi dampak dari bencana tsunami.
Berkurangnya luas daratan akibat abrasi menimbulkan berbagai macam kerusakan dan degradasi lingkungan, yang paling parah dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil, demikian pula bencana tsunami yang dapat menimbulkan kerusakan besar dan merengut banyak korban jiwa.
“Mangrove merupakan fitur alami yang mampu secara signifikan meredam dan menurunkan abrasi laut dan juga magnitude bencana gelombang tsunami, sehingga eskalasi bencana dan potensi kerugian, serta korban dapat direduksi. Mangrove juga berperan besar dalam pengendalian perubahan iklim melalui kemampuannya dalam menyimpan dan menyerap karbon 4-5 kali lebih banyak dari hutan tropis daratan. Semua keunggulan ekosistem Mangrove tersebut menjadi pertimbangan penting yang menyatu dengan upaya menjaga kestabilan tata kelola bentang alam dan perbaikan mutu lingkungan,” jelas Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Alue Dohong.
Di sisi lain, Mangrove juga berperan penting untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan kedaulatan politik Indonesia berupa keutuhan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia karena wilayah hutan Mangrove berada di pesisir-pesisir yang merupakan titik pangkal terluar untuk batas Laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan Landas Kontinen wilayah Indonesia dengan batas wilayah laut negara lain disekitarnya.
“Jangan sampai batas negara ini tergerus oleh abrasi akibat tidak adanya ekosistem Mangrove,” imbuhnya.
Karena itu, perbaikan ekosistem Mangrove secara parallel akan memperkuat sosial ekonomi masyarakat, serta mendorong pembangunan hijau melalu green economy.
Ekosistem Mangrove memiliki multi manfaat, seperti menjadi lahan budidaya ikan, kepiting, udang melalui pola silvofishery, pengolahan produk mangrove non-kayu, serta wisata alam juga memperkuat pengembangan kawasan industri yang hijau (green industrial park).
Dengan banyaknya manfaat dari keberadaan ekosistem Mangrove, sejak tahun 2020, Pemerintah Indonesia telah menjadikan program rehabilitasi Mangrove menjadi salah satu Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). PEN melalui Penanaman Mangrove telah menyerap ratusan ribu HOK (hari orang kerja) melalui penanaman bibit Mangrove di ratusan ribu hektar areal pesisir yang terdegradasi. Dengan rehabiltasi Mangrove dua manfaat besar dapat tercapai yaitu meningkatnya tutupan hutan Mangrove, yang secara paralel meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Percepatan rehabilitasi Mangrove tidak hanya dimaksudkan sebagai upaya perbaikan lingkungan, tetapi juga sebagai upaya penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat pada masa pandemi. Ke depan, rehabilitasi mangrove dengan melibatkan masyarakat juga diharapkan dapat memperkuat aspek kelembagaan dalam pengelolaan ekosistem Mangrove yang lebih berkelanjutan,” ujar Kepala BRGM, Hartono.
Selain dalam bentuk hutan sosial, rehabilitasi Mangrove dan pengelolaan Mangrove selanjutnya juga dapat dilakukan dalam bentuk partnership dan bahkan dalam bentuk model perizinan jasa lingkungan.
“Agar semua target penugasan rehabilitasi Mangrove dapat dilaksanakan secara terstruktur dan sistematis, Roadmap dan rencana percepatan rehabilitasi Mangrove sampai dengan tahun 2024 mulai disusun. Dokumen ini diharapkan menjadi acuan bagi semua pihak yang terkait. Dokumen dimaksud disusun berdasarkan Peta Mangrove Nasional (PMN) terbaru sebagai base line yang disepakati bersama,” ujar Kepala BRGM.
Sementara itu Plt. Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK, Helmi Basalamah menyebutkan jika Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan.
“Pemerintah secara konsisten terus mendorong upaya-upaya rehabilitasi ekosistem Mangrove dengan melibatkan semua pihak yang terkait, tarutama masyarakat di seluruh Provinsi di Indonesia,” ujar Helmi
Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM, Satyawan Pudyatmoko, melanjutkan, secara garis besar target rehabilitasi Mangrove di Indonesia sampai tahun 2024 seluas 600.000 hektar dapat diperinci sebagai berikut;
- Pada tahun 2021 dilakukan pembentukan kondisi pemungkin yang mencakup penguatan basis perencanaan, koordinasi antar lembaga (Dirjen PDAS-RH, Dirjen KSDAE, Kepala Daerah, KPH, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat) dan penguatan organisasi kerja, inisiasi pembentukan Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM), dan pelaksanaan rehabilitasi mangrove seluas 29.500 ha.
- Pada tahun 2022 direncanakan untuk melakukan rehabilitasi Mangrove seluas 228.200 ha, penguatan terhadap rintisan DMPM pada tahun 2021, dan pembentukan DMPM baru sebanyak 50 Desa. Pada tahun yang sama dilakukan upaya-upaya koordinasi untuk mengintegrasikan rehabilitasi Mangrove dalam pengelolaan hutan dan lahan.
- Program pada tahun 2023 adalah rehabilitasi Mangrove seluas 199.675 ha. Secara bersamaan akan dibentuk 50 DMPM baru, dan penguatan DMPM yang sudah ada, dan program integrasi rehabilitasi mangrove dalam pengelolaan hutan dan lahan mulai dilakukan.
- Program pada tahun 2024 adalah pelaksanaan rehabilitasi Mangrove seluas 142.625 ha, membentuk 50 DMPM baru, dan memperkuat DMPM yang sudah ada. Integrasi rehabilitasi mangrove dalam pengelolaan hutan dan lahan telah tuntas dilaksanakan.
Selaras dengan hal tersebut Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai Ditjen PDASRH KLHK, Saparis Soedarjanto menegaskan bahwa jika harmoni antara konservasi Mangrove dengan pembangunan infrastruktur dan kawasan industri terbangun, maka akan tercipta green industrial park yang justru mampu memantapkan dan meningkatkan kestabilan landscape pesisir.
“Hal tersebut akan menciptakan kawasan pesisir sebagai kutub pertumbuhan (growth pole) yang bisa mendorong peningkatan ekonomi nasional dan mengedepankan pemberian akses yang adil kepada seluruh lapisan masyarakat,” tandasnya.
Peta Mangrove Nasional
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya meluncurkan Peta Mangrove Nasional yang berlangsung di TWA Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu (13/10/2021).
Menko Luhut mengatakan bahwa Indonesia tercatat memiliki sebanyak 3,31 Juta hektare dan merupakan mangrove terluas di Asia.
“Kita ketahui bahwa hingga tahun 2020, Indonesia tercatat memiliki 3,31 juta hektare Mangrove yang merupakan terluas di Asia, bahkan di dunia,” kata Menteri Luhut, Kamis (14/10/2021).
Luhut menekankan pentingnya melestarikan hutan Mangrove karena memiliki manfaat yang sangat penting. Pasalnya, dari aspek fisik, mangrove mampu mencegah bahaya gelombang tinggi dan abrasi air laut, bahkan tsunami.
“Presiden dalam beberapa kesempatan menyampaikan kepada dunia bahwa Indonesia sedang melakukan rehabilitasi Mangrove seluas sekitar 600.000 hektare. Untuk itu perlu dibangun persemaian Mangrove skala besar,” tambahnya.
Sementara itu, dari aspek ekologi dan ekonomi, Mangrove dapat menyerap dan menyimpan karbon lebih besar dari hutan tropis.
“Pada kesempatan kali ini saya ingin menggarisbawahi tentang pentingnya One Map Mangrove sebagai basis data aksi rehabilitasi Mangrove dan diharapkan mampu menghasilkan informasi geospasial secara akurat dan akuntabel,” ungkapnya.
Menurut Luhut, Mangrove menjadi tumpuan bagi pemutakhiran pendataan untuk menjadi referensi bagi kementerian lembaga (K/L) lainnya Meskipun demikian, ia tetap menyadari betapa sulit melakukan pemutakhiran One Map Mangrove agar kredibel di mata pengguna jasa. (ATN)
Discussion about this post