ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ratusan ekonom di Indonesia mendesak Ptesiden Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) UU KPK. Desakan itu disampaikan dalam surat terbuka rekomendasi ekonom terkait dampak pelemahan penindakan dan pencegahan korupsi terhadap perekonomian.
Mereka menilai berlakunya UU KPK hasil revisi tersebut dapat menurunkan kredibilitas KPK dalam mencegah korupsi. Dampaknya, perekonomian dalam negeri terancam. Sebab, korupsi menghambat investasi dan mengganggu kemudahan berinvestasi di Indonesia.
Disisi lain, kerugian negara akibat tindakan korupsi yang tertangani mencapai angka Rp200 triliun. Tindakan tersebut juga akan mengancam sejumlah rencana pembangunan nasional.
Berdasarkan hasil riset para ekonom dalam rentang waktu 2001 hingga 2015, angka kerugian akibat tindakan korupsi di Indonesia telah menembus Rp203,9 triliun. Riset tersebut dilakukan oleh sejumlah ekonom dari berbagai instansi.
Selanjutnya, korupsi dipercaya memperburuk ketimpangan pendapatan dan menciptakan instabilitas ekonomi makro. Sebab, utang eksternal cenderung lebih tinggi daripada penanaman modal asing.
Di sisi lain, korupsi mengancam pencapaian visi pembangunan nasional, karena berdampak buruk terhadap pembangunan infrastruktur, menghambat pembangunan SDM, membebani APBN dan menyuburkan praktik aktivitas ilegal (shadow economy).
Pencapaian tujuh agenda pembangunan dalam RPJMN 2020-2024 pun bakal terancam akibat korupsi dan lemahnya aspek kelembagaan.
Surat terbuka tersebut juga menyebut penindakan dan pencegahan korupsi bukan bersifat substitutif namun bersifat komplementer. Pencegahan korupsi tidak akan efektif ketika fungsi penindakan KPK dimarginalkan.
KPK disebut telah memperbaiki transparansi, akuntabilitas dan tata kelola di sektor-sektor strategis seperti: kesehatan, pendidikan, pertambangan, perkebunan, kehutanan, perikanan, peningkatan integritas pejabat negara dan membangun korporasi berintegritas.
“Memohon kepada Bapak Presiden untuk memimpin reformasi di berbagai sektor, mengingat sejarah menunjukkan keberhasilan reformasi di berbagai negara. Memohon kepada Bapak Presiden untuk mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU KPK atau semakin memperkuat KPK,” tulis surat terbuka ekonom Indonesia, di Jakarta, yang dikutip, Minggu (20/10/2019).
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Rimawan Pradiptyo mengatakan angka tersebut baru mencakup kerugian akibat korupsi yang telah ditangani KPK.
“Angka real-nya saya yakin akan jauh lebih besar dari Rp200 triliun, karena biaya lain seperti opportunity loss tidak terhitung jumlahnya,” katanya saat dihubungi, Minggu (20/10/2019) di Jakarta.
Menurut Rimawan, tindakan korupsi dapat mengancam tiga sektor pembangunan nasional. Pertama, korupsi akan menghambat pembangunan infrastruktur pendukung.
Dalam Naskah Akademik “Rekomendasi Ekonom Terhadap Pelemahan Penindakan dan Pencegahan Korupsi” yang dikeluarkan para ekonom bersamaan dengan surat terbuka, pendanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak hanya bersumber dari APBN. Setidaknya, ada 15 proyek infrastruktur yang diinisiasi oleh pemerintah menggunakan skema private-public partnership (PPP).
Skema ini memungkinkan pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta dan diharapkan membawa keuntungan bersama bagi kedua pihak. Untuk pihak swasta yang mendasarkan keputusan investasi berdasarkan kepastian keuntungan dari proyek, korupsi menjadi salah satu faktor yang memberikan
ketidakpastian bagi pebisnis dan mengurangi daya tarik dari suatu proyek.
Sektor kedua yang akan terhambat adalah pembangunan SDM. Pembangunan SDM yang akan menjadi fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin amat vital untuk menopang perekonomian. Hal ini semakin penting karena Indonesia tengah memasuki era digital dan ekonomi nilai tambah tinggi.
Korupsi terbukti menghambat pembangunan sumber daya manusia melalui sejumlah indikator seperti tingginya angka putus sekolah dan kematian bayi.
Selain itu, korupsi juga diketahui berdampak seperti halnya pajak regresif pada anggota masyarakat, yakni fasilitas publik akan sulit diakses oleh masyarakat yang relatif tidak mampu, sebagai dampak dari suap maupun praktik KKN lainnya.
Praktik korupsi juga akan berdampak pada efisiensi APBN. Selain mengurangi efektivitas belanja pemerintah, korupsi juga akan membebani APBN dari sisi pemasukan.
Selain membebani APBN pada tingkat pusat, korupsi juga mengakibatkan inefisiensi belanja di tingkat yang lebih rendah, contohnya Pemda. Hal ini terlihat berdasarkan temuan KPK pada 2009 lalu. Secara umum, kerugian negara akibat tindakan korupsi mencapai 35% dari total nilai pengadaan barang dan jasa pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Adapun daftar ekonom pendukung rekomendasi penerbitan Perppu KPK di antaranya; Piter Abdullah (CORE), Arti Adji (FEB UGM), Vid Adrison (FEB UI), Evi Noor Afifah (FEB UGM), Prof. Lincolin Arsyad (FEB UGM), Rumayya Batubara (FEB UNAIR), Faisal Basri (FEB UI), M. H. Yudhistira (FEB UI), Meilanie Buitenzorgy (FEM IPB).
Berikutnya Prof. Arief Anshori Yusuf (FEB UNPAD), Teguh Dartanto (FEB UI), Amri Anjas Asmara (FEB UGM), Doni Dalimunthe (FEB USU), Giovani van Empel (FK UGM), Prof. Didin S. Damanhuri (FEM IPB), Ilmiawan Auwalin (FEB UNAIR), Sahara (FEM IPB), Haerul Anam (FEB UNTAD), Wuri Handayani (FEB UGM), Siti Aisyah Tri Rahayu (FEB UNS), Dwini Handayani (FEB UI), Nairobi (FEB UNILA), Lukman Hakim (FEB UNS), Istiqomah (FEB Unsoed) dan seterusnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post