ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia menjadikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai pilihan kebijakan dalam upaya membendung pandemi coronavirus (Covid-19).
Tak hanya Indonesia, negara lain juga menerapkan pembatasan sosial hingga lockdown. Namun, PSBB di Indonesia justru paling buruk dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
“Data hasil PSBB dan kebijakan pandemi Covid-19 di Indonesia paling tidak sukses atau bahkan buruk dibanding dengan tingkat kesuksesan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN),” jelas pendiri Institute for Development of Economics and Finance atau Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF), Didik J Rachbini, melalui keterangan tertulisnya, yang diterima Kamis (21/5/2020).
INDEF pun mengingatkan pemerintah agar tidak sembarangan melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pelonggaran PSBB secara serampangan sama saja dengan menuju herd immunity (kekebalan kawanan) dengan cara berbahaya.
“Peringatan yang harus disampaikan di sini bahwa pelonggaran dan wacana pelonggaran yang tidak berhati-hati tanpa pertimbangan data yang cermat sama dengan masuk ke dalam jurang kebijakan herd immunity. Yang kuat sukses, yang lemah tewas,” jelasnya.
Herd immunity atau ‘kekebalan kawanan’ merupakan imunitas banyak individu terhadap suatu virus, kekebalan itu didapatkan banyak individu karena kawanan mereka sudah terjangkit virus secara besar-besaran. Yang selamat dari virus akan kebal, namun yang tidak selamat akan meninggal.
“Ini bisa dianggap sebagai kebijakan pemerintah menjerumuskan rakyatnya ke jurang kematian yang besar jumlahnya,” tutur Didik.
Karena itu, INDEF meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhati-hati terhadap wacana pelonggaran PSBB. Wacana itu membuat masyarakat tidak lagi disiplin mengikuti protokol kesehatan pencegahan penyebaran virus Corona.
“Presiden harus berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap pelonggaran dan wacana pelonggaran yang sudah salah kaprah dan ditanggapi terserah saja oleh publik dan masyarfakat luas. Ini sebagai pertanda tidak percaya dan pasrah terhadap keadaan,” tutur Didik.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak merekomendasikan cara pembiaran penyebaran virus untuk mencapai herd immunity karena risiko banyaknya korban jiwa yang mungkin bisa ditimbulkan.
WHO memandang, masyarakat manusia bukanlah sekadar kawanan hewan (herd), jadi cara itu tidak cocok diterapkan untuk masyarakat.
Didik merujuk data dari Endcoronavirus (ECV) yang merupakan koalisi relawan internasional, mengaku disokong 4.000 relawan, terdiri dari ilmuwan, organisator masyarakat, warga yang peduli, pebisnis, dan individu. ECV dimulai sejak 29 Februari 2020 pada organisasi induk New England Complex Systems Institute (NECSI) di Cambridge, Amerika Serikat.
Dalam data Endcoronavirus, kurva virus Corona dari negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) bisa dibandingkan. Didik membandingkan kurva Corona di Indonesia dengan kurva Corona Singapura, Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Hasilnya, hanya Indonesia saja di antara negara-negara itu yang kurvanya nampak menanjak tanpa penurunan signifikan.
“Dengan melihat fakta yang ada dan kurva yang masih terus meningkat, maka atas dasar apa wacana dan rencana pelonggaran akan dilakukan? Baru wacana saja sudah semakin tidak tertib dan PSBB dilanggar secara massal di berbagai kota di Indonesia tanpa bisa diatur secara tertib oleh pemerintah. Keadaan ini terjadi karena pemerintah menjadi masalah kedua setelah masalah Covid-19 itu sendiri. Pemerintah tidak menjadi bagian dari solusi, tetapi masuk ke dalam menjadi bagian dari masalah,” papar Didik.
PSBB Tidak Dilonggarkan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka rapat terbatas dengan topik pembahasan percepatan penanganan pandemi COVID-19 melalui video conference di Istana Merdeka, menegaskan bahwa sampai saat ini pemerintah sama sekali belum terpikir untuk melonggarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah diberlakukan di sejumlah daerah.
“Saya tegaskan, belum ada kebijakan pelonggaran PSBB,” kata Jokowi, Senin (18/5/2020).
Dalam video siaran langsung yang diunggah akun Youtube Sekretariat Kepresidenan itu, nada bicara kepala negara saat mengutarakan pernyataan tersebut memang terdengar cukup tinggi dan tidak seperti biasanya.
“Nanti ditangkap oleh masyarakat bahwa pemerintah mulai melonggarkan PSBB. Belum. Jadi belum ada kebijakan pelonggaran PSBB,” tegas Jokowi.
Jokowi tak memungkiri bahwa memang benar ada rencana untuk melonggarkan kebijakan PSBB melalui berbagai skenario. Namun, hal tersebut akan diputuskan saat pemerintah merasa waktunya sudah tepat.
“Yang kita siapkan baru sebatas rencana atau skenario pelonggaran yang akan diputuskan setelah ada timing yang tepat, serta melihat data-data dan fakta-fakta di lapangan biar semuanya jelas, karena kita harus hati-hati. Jangan keliru memutuskan,” katanya.
Jokowi menegaskan bahwa fokus utama pemerintah saat ini bukanlah melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah diberlakukan di sejumlah daerah. Pemerintah, fokus menegakkan aturan kepada larangan mudik.
“Dalam minggu ini, maupun minggu ke depan, ke depannya lagi, 2 minggu ke depan pemerintah masih fokus kepada larangan mudik dan mengendalikan arus balik,” imbuhnya.
Hingga Rabu (20/5/2020), total pasien positif covid-19 mencapai 19.189 orang.
Sementara itu, 108 orang dinyatakan sembuh sehingga total pasien yang pulih mencapai 4.575 orang.
Sedangkan jumlah korban jiwa akibat terus bertambah. Sebanyak 21 orang dilaporkan meninggal sehingga total pasien meninggal mencapai 1.242 jiwa. (ATN)
Discussion about this post