ASIATODAY.ID, JAKARTA – Gencarnya wacana percepatan larangan ekspor ore nickel sebelum tahun 2022 yang disuarakan oleh Kemenko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, menimbulkan keresahan dikalangan pelaku usaha pertambangan. Pasalnya, jika kebijakan itu diberlakukan akan menimbulkan dampak besar.
Merespon wacana itu, kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Penambang Nickel Indonesia (APNI) mengadu langsung ke Presiden Jokowi.
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy K Lengkey, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi.
“Kami sudah bersurat resmi ke Presiden, Setneg, Wantimpres, KSP, Komisi VII, Kemendag, Kemenperin, Kemenkeu, Kementerian ESDM dan beberapa pihak terkait lainnya,” terangnya di Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Dia menjelaskan isi suratnya tersebut, terkait tata niaga perdagangan bijih nikel, nilai tambah smelter, ketahanan dan ketersediaan bahan baku bijih nikel ke depan.
“Pak Presiden Jokowi telah menanggapi, dan sudah perintahkan untuk melakukan verifikasi dan gali data lebih lengkap. Dan Presiden Jokowi sudah keluarkan pernyataan jangan ada kebijakan sampai Oktober, kita akan kejar waktu itu,” ungkap dia.
Menurut dia, apabila percepatan pelarangan ekspor diberlakukan tahun ini, dampaknya akan besar. Karena pengusaha nasional nikel bergantung pada kuota ekspor.
“Kita diminta untuk melakukan penghiliran, boleh ekspor tapi harus bangun smelter, modalnya darimana? Dari ekspor,” kata dia.
Sementara itu, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, ingin mempercepat aturan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah sebelum 2022 tetapi dipercepat menjadi Oktober mendatang.
Luhut menjelaskan larangan ini untuk meningkatkan hilirisasi dan memberi nilai tambah. Dengan larangan ini, kata dia, harga bijih nikel sebesar USD36 per WMT (wet metrics ton) bisa naik menjadi USD100 WMT, bila diolah di smelter di Indonesia menjadi ferro nickel dan metal untuk menjadi bahan stainless steel.
Tidak itu saja, sambung dia, larangan ekspor bijih nikel berkadar rendah ini diatur dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009, dalam aturan disebut larangan berlaku pada 2022 untuk kadar nikel kurang dari 1,7%.
“Dan ini akan diumumkan oleh Presiden. Tapi saya ingin sampaikan bahwa ini ada undang-undangnya, mineral dan batu bara. Yang penting itu, seperti yang saya sampaikan ada nilai tambahnya. Jadi kalau low grade (kadar rendah), itu kita larang ekspor. Kita akan ekstrak menjadi kobalt,” ujar Luhut di Jakarta, Kamis (21/8/2019).
Esktrak kobalt ini bisa menjadi bahan material baterai lithium, dimana tren energi listrik membutuhkan lithium. Dan 70% lithium, klaim Luhut, ada di Indonesia.
“Kita akan menjadi produsen baterai lithium, mungkin yang terbesar di dunia. Kita akan menjadi pemain dunia dan punya nilai tambah. Jangan sedikit-sedikit ekspor, dapatnya sedikit. Itu malah mengorbankan satu rencana besar,” jelasnya.
Ia menambahkan investasi untuk ini akan mencapai USD18 miliar hingga USD20 miliar hingga tahun 2023. “Dari sana, kita akan ekspor hingga USD30 miliaran. Kan luar biasa,” paparnya.
Selama ini kata Luhut, Indonesia banyak mengekspor bahan mentah. Salah satunya PT Aneka Tambang (Antam), yang 40% kerjanya ekspor. Tapi selama sekian tahun tidak ada pabrik.
“Jadi kita harus melihat national interest (kepentingan nasional) tidak ada kepentingan lain, atau lobi melobi,” tandasnya.
Menurut Luhut, dengan pelarangan ekspor bijih nikel ini akan menambah keuntungan bagi Indonesia.
“Logika berpikir saja, kamu ekspor bijih nikel itu hanya dapat USD700 juta. Sekarang kita buat added value, tahun lalu kita ekspor stainless steel USD5,8 miliar. Tahun ini USD7,3 miliar dan tahun depan USD12 miliar. Dan angka ini terus bertambah sejalan dengan jumlah investasi. Itu untuk generasi kamu, bukan untuk generasi saya,” tandasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post