ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ledakan jumlah pengangguran besar-besaran terjadi di Indonesia akibat pandemi coronavirus (Covid-19). Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menerpa hampir seluruh industri di Indonesia baik sektor formal maupun informal
Berdasarkan Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia, sektor formal yang merumahkan dan melakukan PHK mencapai 39.977 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.010.579 orang.
Rinciannya, pekerja formal yang dirumahkan sebanyak 873.090 pekerja/buruh dari 17.224 perusahaan dan di-PHK sebanyak 137.489 pekerja/buruh dari 22.753 perusahaan.
Sementara jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal mencapai 34.453 perusahaan dan jumlah pekerjanya sebanyak 189.452 orang.
“Total jumlah perusahaan yang merumahkan pekerja dan PHK sebanyak 74.430 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.200.031 orang,” terang Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah melalui keterangan tertulisnya, Rabu (8/4/2020).
Untuk mencegah PHK tersebut, Kementerian telah melakukan dialog dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dari berbagai sektor usaha dan dialog dengan SP/SB mengenai dampak COVID-19 serta antisipasi dan penanganannya.
“Kemnaker juga memberikan pedoman mengenai perlindungan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan COVID-19 melalui Surat Edaran (SE) Menaker No.M/3/HK.04/III/2020 tentang perlindungan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan COVID-19,” jelasnya.
Langkah lainnya yakni melakukan kordinasi dengan Kadisnaker di provinsi seluruh Indonesia guna mengantisipasi dan mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di daerah. Diantaranya dengan memberikan arahan dan pedoman baik secara lisan melalui dialog jarak jauh (teleconference) maupun lewat SE, serta berkoordinasi terkait pendataan dan pemantauan perusahaan yang merumahkan pekerja/buruh atau melakukan PHK.
Menurut Ida, pemerintah butuh waktu untuk mengatasi gelombang PHK dan pekerja yang dirumahkan.
Ada sejumlah langkah yang sudah disiapkan oleh Pemerintah;
Pertama, Kartu Prakerja yang ditargetkan mampu melindungi sekitar 5,6 juta pekerja di Indonesia, khususnya para korban PHK. Pemerintah juga sudah memodifikasi program agar tidak hanya memberi keterampilan sebagai bekal peningkatan kualitas pekerja, namun juga insentif langsung.
Peserta Kartu Prakerja akan mendapat dana sebesar Rp3,55 juta per orang. Rinciannya, dana pelatihan sebesar Rp1 juta per periode pelatihan, dana insentif Rp600 ribu per bulan selama empat bulan, dan dana survei Rp50 ribu per bulan selama tiga bulan.
“Saya rasa ini kebijakan yang langsung menyasar karena sudah kami modifikasi, tidak hanya pelatihan online, tapi juga memberi dana sebagai insentif untuk menjaga daya beli. Kenapa tetap ada pelatihannya, karena kami mau mereka tetap memiliki tambahan keterampilan untuk bekerja nanti atau membuka usaha,” terangnya.
Kedua, program vokasi dan Balai Latihan Kerja (BLK) yang merupakan program tahunan kementerian.
Ketiga, relaksasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada 11,9 juta usaha mikro dan kecil, serta keringanan pembiayaan Ultra Mikro (UMi) kepada 11,4 juta debitur.
“Saya rasa itu semua bisa cover potensi pekerja yang dirumahkan dan PHK termasuk ketika kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) diberlakukan DKI Jakarta. Selain itu, juga ada program bansos yang menyasar langsung masyarakat,” imbuhnya.
Untuk bansos, pemerintah akan memberikan bantuan melalui Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, dan Paket Sembako. Di sisi lain, pemerintah juga memberikan gratis dan diskon tarif listrik serta insentif perumahan MBR mencapai 175 ribu unit.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sudah mengingatkan agar pemerintah mengantisipasi masalah ini.
“Ini masalah besar. Kekhawatiran KSPI tentang PHK besar-besaran ini terbukti,” terang Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima Senin (6/4/2020).
Menurut Said Iqbal, jika tidak ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mencegah gelombang PHK, situasi ini akan merembet pada sejumlah industri.
Said memproyeksikan, dalam dua bulan ke depan industri otomotif, komponen otomotif, komponen elektronik, tekstil, garmen, dan sepatu juga bakal melakukan efisiensi dengan mengurangi pekerja.
“Kita memproyeksikan di DKI akan ada penambahan jumlah pekerja yang di-PHK dari perusahaan garmen dan tekstil yang ada di wilayah Pulogadung, Cakung, Cilincing, hingga Marunda. Apalagi juga ada kabar, di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, saat ini sudah ribuan buruh ter-PHK,” urainya.
Dalam upaya mengatasi ini, KSPI menyerukan kepada pemerintah dan juga perusahaan untuk melakukan beberapa hal.
Pertama, saat ini waktu yang tepat untuk menurunkan biaya produksi dari perusahaan swasta yang bersangkutan, dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh. Namun, agar produksi bisa tetap berjalan, karyawan bisa libur secara bergilir sehingga ada penghematan listrik, cattering, dan sebagainya.
Selain itu, dengan memberi bantuan secara tunai kepada buruh, pengemudi transportasi online, dan masyarakat kecil yang lain. Ini seperti yang dilakukan di Inggris. Di sisi lain, kebijakan ini akan membantu dunia usaha, karena sebagian dari upah pekerja disubsidi oleh pemerintah.
“Pemerintah juga perlu mendesak BPJS Ketenagakerjaan untuk mengeluarkan dana cadangan dari bunga deposito dana peserta dan dana JKK untuk membantu para buruh yang terdampak,” jelasnya.
Langkah selanjutnya, menurunkan harga BBM premium bisa membuat masyarakat menengah ke bawah termasuk para buruh meningkat daya belinya. Termasuk berkaitan dengan harga gas industri segera diturunkan, agar ongkos produksi pabrik bisa turun.
Sementara itu, dari tataran industri dan pengusaha, memberikan insentif kepada industri pariwisata, ritel, dan industri lain yang terdampak, agar mereka bisa bertahan di tengah-tengah pandemi covid-19.
Misalnya dengan menghapus bunga pinjaman bank bagi pengusaha di sektor pariwisata atau menghapus pajak pariwisata, memberikan kelonggaran cicilan hutang untuk menunda selama setahun tidak membayar cicilan.
Kemudian, jika masalahnya adalah bahan baku yang tidak tersedia karena negara pemasok melakukan lockdown akibat pandemi corona, pemerintah segera membuat regulasi berupa kemudahan impor bahan baku, khususnya untuk industri padat karya.
Misalnya dengan menerapkan bea masuk impor nol rupiah dan tidak ada beban biaya apapun kepada barang impor. Karena bisa jadi, dalam situasi sulit ini, industri akan mencari bahan baku dari negara yang belum terkena corona.
“Pemerintah harus mengendalikan kebijakan fiskal dan moneter agar nilai tukar rupiah tidak semakin melemah dan indeks saham gabungan tidak anjlok,” tandasnya. (AT Network)
Discussion about this post