ASIATODAY.ID, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia menolak permohonan kasasi PT Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI) Tbk., terkait perkara perdata Nomor 555/Pdt.G/2018/PN Jakarta Utara.
Atas putusan ini, Bank CCBI diperintahkan untuk menyerahkan tiga sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT Geria Wijaya Prestige (GWP) kepada Fireworks Ventures Limited.
Penolakan kasasi tersebut menguatkan putusan banding PT DKI Nomor: 272/PDT/2020/PT.DKI yang sebelumnya menguatkan putusan PN Jakarta Utara, yang menyatakan bahwa Bank CCBI dan Tomy Winata (TW) telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) seperti yang diajukan penggugat, yaitu Fireworks Ventures Limited.
“Tolak kasasi I dan II,” demikian bunyi amar putusan perkara kasasi Nomor 3540/K/PDT/2021 yang tertulis dalam laman informasi perkara Mahkamah Agung (MA) RI, yang dimonitor Senin (13/12/2021).
Penolakan kasasi itu diputus majelis hakim agung yang terdiri dari Yunus Wahab, Rahmi Mulyati dan Sudrajad Dimyati pada 6 Desember 2021.
Sebelumnya, majelis hakim PN Jakarta Utara yang diketuai Riyanto Adam Pontoh dalam sidang pembacaan putusan perkara perdata Nomor 555/Pdt.G/2018/PN Jakarta Utara, Selasa (15/10/2019), dalam amar putusannya menyatakan bahwa tergugat I ( Bank CCBI) dan tergugat II (TW) telah melakukan PMH.
Selain itu, majelis juga memerintahkan Bank CCBI menyerahkan tiga SHGB No. 204, 205 dan 207 atas nama PT GWP (pemilik dan pengelola Hotel Kuta Paradiso di Bali) serta Sertifikat Hak Tanggungan No. 286 dan 962 yang diterbitkan di atasnya diserahkan kepada Fireworks selaku penggugat.
Selebihnya, majelis hakim menghukum tergugat I dan II membayar secara tanggung renteng atas kerugian materiil yang diderita penggugat lebih dari Rp30 miliar.
Dalam gugatannya, Fireworks pada intinya meminta majelis hakim membatalkan akta pengalihan piutang (cessie) dan Akta Kesepakatan Harga tertanggal 12 Februari 2018 antara Bank CCBI selaku penjual dan TW selaku pembeli, karena hal itu dinilai sebagai PMH.
Fireworks, melalui kuasa hukum kantor pengacara Berman Sitompul, menilai Bank CCBI tidak punya hak hukum untuk mengalihkan piutang tersebut, karena sebagai anggota tujuh kreditur sindikasi PT GWP, Bank CCBI (dulu Bank Multicor) telah turut menandatangani akta kesepakatan bersama tanggal 8 November 2000 yang pada intinya menyerahkan kewenangan penyelesaian pengurusan piutang sindikasi PT GWP kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Kesepakatan Bersama
Akta kesepakatan bersama itu melibatkan Bank Multicor, Bank Arta Niaga Kencana, Bank Finconesia, Bank Indovest (Dalam Likuidasi), BPPN yang bertindak untuk dan atas nama Bank PDFCI, Bank Dharmala, Bank Rama, serta Bank Danamon Indonesia (yang secara tegas menyatakan dirinya selaku pengambil alih Bank PDFCI yang bertindak selaku agen).
Dalam kesepakatan bersama tersebut, mereka telah memberikan kewenangan kepada BPPN untuk melakukan pengurusan penyelesaian utang debitur yang timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 8 pada 28 November 1995 dengan menggunakan kewenangan yang dimiliki BPPN berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 1999 Tentang BPPN.
BPPN telah melaksanakan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan kesepakatan bersama tersebut dengan melakukan pengalihan kepada PT Millenium Atlantic Securities (MAS) atas seluruh tagihan (piutang) PT GWP berdasarkan akta perjanjian pengalihan piutang (cessie) Nomor 67 tanggal 23 Februari 2004 setelah PT MAS membeli piutang tersebut dalam Program Penjualan Aset-aset Kredit (PPAK) VI yang digelar BPPN pada 2004.
Kemudian, pada 17 Januari 2005, PT MAS mengalihkan hak tagih atas piutang PT GWP itu kepada Fireworks melalui Akta Cessie Nomor 65. Atas putusan PN Jakut itu, kuasa hukum Bank CCBI dari kantor pengacara Otto Hasibuan dan kuasa hukum TW dari kantor pengacara Maqdir Ismail mengajukan banding, dan kemudian kasasi, di mana kedua upaya itu ditolak. (ATN)
Discussion about this post