ASIATODAY.ID, JAKARTA – Dalam peristiwa erupsi Gunung Tangkuban Perahu, PVMBG juga menjelaskan terkait letusan freatik.
Plh Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo menuturkan letusan Gunung Tangkuban Parahu pada Jumat PVMBG (26/7/2019) bersifat freatik. Yaitu berupa semburan lumpur dingin warna hitam dari Kawah Ratu.
“PVMBG sudah melansir bahwa sebelumnya pada Oktober 2013 erupsi terjadi hanya di dalam lubang kawah. Di sisi lain, pada 2017, 2018, 2019 pada Juni hingga Juli terpantau gempa uap air atau asap yang diduga dikarenakan berkurangnya air tanah akibat perubahan musim,” ujar dia di Jakarta.
Menurutnya, kondisi ini mengakibatkan air tanah yang ada mudah terpanaskan dan sifatnya erupsi pendek.
“PVMBG telah menyampaikan peringatan kepada pengelola kawasan sejak 10 hari lalu terkait dengan kondisi yang mungkin terjadi. Hal tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesiapsiagaan apabila terjadi erupsi, seperti pada Oktober 2013 dan diikuti peringatan kemungkinan erupsi yang terjadi secara tiba-tiba,” jelas Agus.
Analisis PVMBG menyebutkan bahwa radius aman erupsi, seperti halnya freaktik pada Oktober 2013, adalah tidak mendekati kawah atau kurang dari 500 meter (radius bibir kawah 400 meter).
Senada dengan Agus, vulkanolog dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gede Suantika juga menjelaskan bahwa Gunung Tangkuban mengalami letusan freatik kecil.
“Analisisnya kemungkinan letusan seperti letusan freatik kecil Tahun 2013. Letusan akan segera berakhir beberapa hari ke depan,” terang Gede.
Menurut Gede, dari tiga kawah Tangkuban Perahu dampak letusan hanya disekitar Kawah Ratu saja, dengan radius 500 meter. Dua kawah lainnya adalah Utas dan Domas.
Menurut Gede, letusan freatik artinya letusan yang tekanannya berasal dari pemanasan air tanah di bawah dasar kawah. Letusan freatik Tangkuban Perahu terjadi berkaitan dengan musim kemarau yang sedang melanda Tanah Air.
Dijelaskan, erupsi Freatik adalah proses keluarnya magma ke permukaan bumi karena pengaruh uap yang disebabkan sentuhan air dengan magma baik secara langsung ataupun tidak langsung. Erupsi Freatik terjadi ketika adanya air tanah, air laut, air danau kawah, atau air hujan yang menyentuh magma di dalam bumi.
Panas dari magma akan membuat air tersebut menjadi uap, dan ketika tekanan uap sudah sangat tinggi dan tidak bisa dibendung, maka akan terjadi letusan yang disebut Erupsi Freatik. Letusan dari Erupsi Freatik mengeluarkan material padat yang terlempar akibat tekanan dari uap tadi.
“Biasanya begitu, pemanasan yang konstan berlangsung di dasar kawah akan meningkatkan terbentuknya tekanan uap air di musim kemarau karena suplai dari curah hujan berkurang,” Papar Gede.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG, Nia Khaerani juga mengatakan bahwa erupsi yang terjadi di Tangkuban Perahu sifatnya freaktif.
“Erupsi freaktif itu dari segi intensitas dia tidak akan membesar, seperti yang terjadi Jumat mudah-mudahan tidak akan terjadi yang lebih besar,” terangnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post