ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sektor mineral dan batubara (minerba) di Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat di tahun 2020. Pasalnya, realisasi investasi minerba di tahun 2020 ini diperkirakan tidak akan mencapai target. Apalagi tekanan pasar dan harga komoditas batu bara berdampak pada kinerja dan rencana perusahaan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, pihaknya sedang berdiskusi dengan pemerintah agar mempertimbangkan pembayaran royalti dan DMO minerba.
“APBI menyampaikan bahwa dari sektor batu bara meminta diberikan beberapa relaksasi atau kebijakan untuk pembayaran royalti,” kata Hendra Sinadia
dalam forum webinar ‘Jatuh Bangun Investasi Minerba’, dikutip IDX Channel, Kamis (27/8/2020).
Menurut APBI, jika hal ini dipenuhi atau dipertimbangkan oleh pemerintah maka perusahaan bisa lebih mengatasi beban profitabilitas keuangan karena harga sangat jatuh dan perusahaan harus membayar HPB yang mana lebih tinggi dari harga jual.
“Jika tidak ada insentif, industri ini akan mengalami kesulitan cash flow. Di sisi lain pemerintah memang perlu mempertimbangkan penerimaan negara namun perusahaan membutuhkan dukungan kebijakan agar bisa survive. Survival perusahaan ini dianggap yang paling penting sehingga komitmen pembangunan ke daerah bisa berjalan. Ini yang kita harapkan,” imbuhnya.
Menurut Hendra, respons pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum bisa mempertimbangkan apa yang diinginkan pengusaha khususnya pembayaran royalti. APBI pun berharap pemerintah bisa mempertimbangkan lagi.
“Kami tidak minta pengurangan tarif tetapi skema pembayarannya saja agar mengikut harga jual yang real,” jelasnya.
Sementara untuk DMO, APBI tetap berkomitmen memasok ke dalam negeri, hanya saja ada sanksi yang dipertimbangkan lagi. Karena bagaimanapun dengan kondisi saat ini akan sangat sulit.
Pengamat Energi Satya Widya Yudha mengatakan, komitmen pemerintah terkait DMO batu bara dibutuhkan pelaku industri dalam kondisi seperti ini. Satya melihat tuntutan APBI yang diajukan masih pada koridor yang wajar karena masih dalam situasi yang sulit.
Samsia Gustina, Kasubdit Pengembangan Investasi dan Kerja Sama Mineral dan Batubara KESDM mengatakan, bahwa pemerintah saat ini masih fokus melihat target yang dicanangkan Ditjen Minerba dengan keadaan realisasi masih dinilai memiliki gap yang sangat lumayan.
“Hal ini dikarenakan kondisi pandemi Covid-19 mempengaruhi aktifitas pembangunan smelter dan permintaan batubara, diproyeksinya capaian investasi minerba tahun 2020 sebesar 61 persen,” jelasnya saat Focus Group Discussion (FGD) (25/8).
Dikatakan, Ditjen Minerba masih merampungkan berbagai masukan dalam rangka menyiapkan insentif yang lebih menarik untuk mendukung hilirisasi minerba, menyeragamkan dan menyederhanakan jenis dan lama waktu perizinan di tingkat pusat dan daerah, dan menyiapkan wilayah pertambangan yang akan dilelang dengan besaran Kompensasi Data Informasi yang lebih menarik dan kompetitif.
Sementara itu, Direktur PricewaterhouseCoopers (PwC) Dedy Lesamana menyatakan bahwa Secara keseluruhan, kesepakatan besar (Mega Deal) untuk sektor pertambangan tidak diharapkan terjadi pada tahun 2020 karena kesulitan dalam melakukan transaksi di lingkungan Covid-19.
Menurut dia, prospek investasi di sektor batubara tidak terlalu menjanjikan karena tren harga batubara saat ini, hilangnya permintaan batubara akibat Covid-19, prospek jangka panjang harga batubara serta sentimen negatif terhadap batubara karena dampaknya terhadap lingkungan Hidup.
Namun, mengingat kebutuhan batubara dalam negeri yang terus meningkat dan fakta bahwa batubara akan terus memainkan peran penting dalam Bauran Energi Indonesia di tahun-tahun mendatang, terdapat potensi peluang investasi di sektor batubara Indonesia, termasuk peluang investasi di sektor hilir nikel dan/atau industri EV battery yang mengolah bijih nikel kadar rendah,” jelasnya.
Meskipun sudah dituangkan dalam UU Minerba No. 3 Tahun 2020 yang memang diharapkan menjawab permasalahan investasi pertambangan di Indonesia, namun beberapa penanggap menilai para investor menunggu aturan turunan untuk pelaksanaan (PP).
“Dengan telah terbitnya PP dari UU Minerba No. 3 Tahun 2020 diharapkan para Investor sudah bisa melihat peluang investasi mereka di pertambangan Indonesia sehingga dapat meningkatkan peran pertambangan dan pembangunan nasional antara lain melalui peningkatan eksplorasi, peningkatan produksi, peningkatan penerimaan negara, dan peningkatan nilai tambah minerba menuju industri berbasis sumber daya alam,” paparnya. (AT Network)
Discussion about this post