ASIATODAY.ID, CIANJUR – Nasib Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri sungguh tragis. Mereka mengalami tindak kekerasan dan penyiksaan.
Di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Cianjur atas nama Neni Aptiani (41) mengalami tindak kekerasan oleh majikan tempatnya bekerja.
PMI tersebut mengalami luka sekujur tubuhnya akibat disiram bubur panas oleh majikannya.
“Pekerja migran tersebut dilaporkan mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya, sehingga pihak keluarganya meminta agar korban dipulangkan karena luka yang diderita akibat siraman bubur panas cukup parah,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Cianjur, Endan Hamdani, Senin (8/8/2022).
Endan menjelaskan, untuk membantu keinginan keluarga dan sang korban, pihaknya telah bersurat ke Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) agar dapat membantu kepulangan PMI tersebut, meski keberangkatannya tidak melalui prosedur resmi alias ilegal.
“Untuk tindak lanjut memang belum ada, namun secara lisan pihak kementerian sudah menyatakan siap membantu hingga kepulangannya ke Cianjur. Kami akan terus berkomunikasi agar pekerja migran asal Cianjur itu dapat dipulangkan segera,” katanya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia Raya Pembaharuan (Astakira) Cianjur, Ali Hildan, mengatakan pihaknya juga mendapat laporan dan permintaan bantuan dari pihak keluarga untuk memulangkan korban yang mendapat siraman bubur panas dari majikan tempatnya bekerja di Dubai.
“Kami sudah menghubungi KBRI di Dubai untuk melacak keberadaan Neni saat ini karena dalam kondisi sakit dan dipaksa untuk tetap bekerja. Korban berangkat secara ilegal lima bulan yang lalu dan sudah tiga kali ganti majikan,” katanya.
Pihaknya bersama dinas terkait di Pemerintah Kabupaten Cianjur, akan berupaya memulangkan korban secepatnya karena kondisi kesehatannya terus menurun, namun masih tetap dipaksa untuk bekerja. Hal itu diketahui setelah mendapat kiriman video melalui pihak keluarga di Cianjur.
Di Kamboja, ratusan pekerja migran yang mengetahui adanya modus penipuan daring dengan target warga negara Indonesia setelah tiba di Kamboja mendapat intimidasi karena menolak dipekerjakan oleh perusahaan perekrut.
“Hampir semua mereka mendapatkan kekerasan, selain mendapat penyekapan di Kamboja,” kata Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani saat dikonfirmasi di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin.
Benny mengatakan, awalnya para Pekerja Migran Indonesia (PMI) berangkat secara tidak resmi karena desakan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Kondisi itu dimanfaatkan oleh banyak perusahaan ilegal di luar negeri. Salah satunya di Kamboja yang memikat calon pekerja migran untuk bekerja dengan cara menipu.
“Bahkan yang menjadi target penipuan adalah negara dan masyarakat Indonesia. Di situlah akhirnya mereka sadar, enggak mungkinlah sebagai orang Indonesia melakukan penipuan kepada masyarakat Indonesia,” kata Benny.
Dengan adanya penyekapan, berarti telah terjadi pelanggaran terhadap hak azasi manusia (HAM). Pelanggaran itu kemudian diketahui pemerintah setelah informasi mengenai para pekerja yang mendapat intimidasi dikirim videonya melalui media sosial.
Instansi pemerintah yang menerima informasi tersebut segera mengambil langkah penyelamatan terhadap para PMI tersebut, meski mereka berangkat secara ilegal.
Saat ini negara tidak lagi pilih-pilih dalam melakukan upaya penyelamatan pekerja Indonesia di luar negeri, karena evakuasi negara kepada setiap warga negaranya wajib dilakukan.
Hal ini menjadi bukti bahwa negara tidak membeda-bedakan para pekerja yang berangkat secara resmi atau tidak.
“Sepanjang pekerja merupakan warga negara Indonesia, hukum tertinggi adalah keselamatan warga negara,” kata Benny.
Menurut Benny, kolaborasi lintas kementerian/lembaga dalam menangani peristiwa ini sangat bagus. Selama di luar negeri, Kementerian Luar Negeri bertanggung jawab melindungi PMI melalui perwakilan Indonesia di luar negeri, yakni Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia.
Setelah PMI yang diselamatkan tiba di Indonesia, perlindungan warga negara menjadi tanggung jawab BP2MI dan kementerian lainnya.
Benny mengatakan, PMI yang sudah tiba di Indonesia pada Jumat (5/8) malam sebanyak 12 orang.
“Sore atau malam ini kemungkinan sekitar 14 orang lagi kembali diberangkatkan KBRI Phnom Penh dari Kamboja,” katanya.
Terkait antisipasi modus pekerjaan ilegal ini, KBRI Phnom Penh mengimbau kepada para calon tenaga migran dan WNI yang ingin bekerja di Kamboja untuk terlebih dahulu melakukan pengecekan keabsahan berbagai perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan tersebut.
Pengecekan dilakukan ke BP2MI, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kedutaan Besar Kerajaan Kamboja di Indonesia serta KBRI Phnom Penh, terutama terkait lokasi dan informasi lowongan pekerjaan yang ditawarkan.
Selain itu, KBRI Phnom Penh juga mengimbau untuk membaca dan memahami kontrak kerja secara teliti sebelum menerima pekerjaan dan berangkat ke Kamboja.
Bagi para pekerja migran atau WNI yang telah sampai di Kamboja agar dapat melakukan lapor diri melalui portal https://peduliwni.kemlu.go.id/. Dengan melakukan lapor diri akan membuat pelayanan dan pelindungan kepada WNI yang berada di luar negeri menjadi lebih optimal.
Selain itu untuk penanganan korban perdagangan orang nantinya ada 24 Kementerian/Lembaga yang terlibat, termasuk BP2MI yang berada pada urutan 23 dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). (ANT)
Discussion about this post