ASIATODAY.ID, WASHINGTON – Konfrontasi antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali bergulir.
Pasalnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan segera melarang warga Amerika berinvestasi di perusahaan-perusahaan teknologi dan pertahanan China, terutama di perusahaan yang memiliki hubungan militer.
Perintah eksekutif baru itu akan mulai berlaku pada 2 Agustus. Kebijakan ini diperkirakan akan memukul 59 perusahaan termasuk raksasa teknologi China, Huawei. Sementara daftar perusahaan China akan diperbarui secara bergulir.
Langkah ini memperluas perintah yang sebelumnya dikeluarkan oleh mantan Presiden Donald Trump. Bahkan sebelum pengumuman resmi, China bermaksud untuk membalas.
Melalui ketetapan baru ini, investor AS akan dilarang membeli atau menjual sekuritas yang diperdagangkan secara publik untuk perusahaan lain termasuk China General Nuclear Power Corporation, China Mobile Limited dan Costar Group.
“Ini memperluas daftar sebelumnya dari 31 perusahaan untuk memasukkan perusahaan pengawasan. Selain juga bertujuan untuk memastikan warga AS tidak membiayai kompleks industri militer Republik Rakyat China,” kata seorang pejabat Gedung Putih, sebagaimana dilaporkan AFP, Jumat (4/6/2021).
“Larangan tersebut sengaja ditargetkan dan dicakup untuk memaksimalkan dampak pada target sambil meminimalkan bahaya bagi pasar global,” tambah pejabat itu.
Daftar baru akan memperbarui yang sudah dikeluarkan dari Kementerian Pertahanan.
“Kami sepenuhnya berharap bahwa dalam beberapa bulan ke depan kami akan menambahkan perusahaan tambahan ke pembatasan perintah eksekutif baru,” kata Gedung Putih.
Itu terjadi ketika pengawasan warga, termasuk Uighur di wilayah Xinjiang pada khususnya, telah mendapat sorotan. Pemerintahan Biden juga menuduh China bertindak lebih agresif di luar negeri dan lebih represif di dalam negeri.
Hubungan China dan AS sangat penting bagi kedua belah pihak dan dunia yang lebih luas. Beijing berulang kali menyerukan pemerintahan baru di Washington untuk memperbaiki hubungan yang memburuk di bawah pendahulunya Donald Trump.
Dalam pertemuan pertama mereka di bawah kepresidenan Biden bulan lalu, negosiator perdagangan utama kedua negara mengadakan pembicaraan “jujur dan pragmatis” tentang hubungan perdagangan mereka.
Namun, Presiden Biden bersikeras bahwa tarif yang ada akan tetap berlaku untuk saat ini karena ia berupaya meningkatkan ekonomi AS, yang terpukul keras di awal pandemi tetapi sekarang mulai pulih.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin menyatakan Negeri Tirai Bambu akan membalas tindakan terbaru tersebut.
“Kami akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara tegas melindungi hak dan kepentingan sah perusahaan China. Kami juga dengan tegas mendukung perusahaan China dalam menjaga hak dan kepentingan mereka sesuai dengan hukum,” tegasnya. (ATN)
Discussion about this post