ASIATODAY.ID, JAKARTA – Masa indah pembangkit listrik batubara di Indonesia akan segera berakhir. Pasalnya, Pemerintah Indonesia saat ini mulai total mengembangkan energi bersih untuk memenuhi kebutuhan listrik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, kebutuhan listrik Indonesia di tahun 2060 diproyeksikan sebesar 1.885 Terawatt Hour (TWh), di mana demand PLN sekitar 1.728 TWh, dan demand non-PLN sekitar 157 TWh.
Sementara proyeksi konsumsi listrik perkapita akan mencapai lebih dari 5.000 KWh/kapita di tahun 2060.
“Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, dan dalam mencapai NZE, maka dibuat peta langkah-langkah kebijakan yang perlu diterapkan, yaitu antara lain phasing out PLTU Batubara, pengembangan EBT secara masif, dan pengembangan interkoneksi supergrid Indonesia, serta pelaksanaan konservasi energi,” ujar Arifin pada forum Webinar The Fourth Indonesia Energy Transition Dialogue 2021 “Reaching Deep Decarbonization By 2050: Set The Target, Mobilize Action And Achieve Zero Emission”.
Arifin mengungkapkan, 635 Gigawatt (GW) dari 1.885 TWh kebutuhan listrik di tahun 2060 sepenuhnya akan dipasok melalui pembangkit listrik EBT.
Dalam 10 tahun mendatang, atau tahun 2031, akan dilakukan penambahan kapasitas Variable Renewable Energy (VRE) secara masif.
“Pemenuhan kebutuhan listrik Indonesia sebesar 1.885 TWh akan dipasok sepenuhnya oleh PLT EBT sebesar 635 GW. Penambahan kapasitas VRE, seperti surya dan angin secara masif akan dilakukan mulai tahun 2031. Selain itu, pemanfaatan energi panas bumi dan hidro akan dioptimalkan agar mampu menjaga keseimbangan sistem. Untuk menjaga keandalan sistem, diperlukan teknologi yang andal, yang reliable, antara lain seperti storage maupun pengembangan PLTN,” jelasnya.
Energi listrik juga diproyeksikan akan mendominasi kebutuhan energi final tahun 2060 yang diperkirakan akan mencapai 365 MTOE. Kapasitas PLT EBT dapat optimal dalam memenuhi kebutuhan energi tersebut apabila didukung oleh interkoneksi supergrid, yang memungkinkan untuk adanya penyaluran tenaga listrik, menghubungkan demand dan resource EBT antarpulau besar.
“Supergrid ini diharapkan mampu mengatasi ketidakseimbangan antara ketersediaan EBT setempat dan mengurangi intermitensi pembangkit VRE. Dukungan dari seluruh stakeholder dan swasta sangat diharapkan untuk berpartisipasi,” imbuh Arifin.
Selain itu, hasil proyeksi Kementerian ESDM mengungkapkan, dengan penerapan kebijakan utama menuju Net Zero Emission (NZE) di sektor energi akan berkontribusi mengurangi emisi sebesar 1.526 juta ton CO2-emission. (ATN)
Discussion about this post