ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kontroversi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung masih terus menggelinding.
Kontroversi muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui untuk menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kerjasama Indonesia dan China.
Keputusan Presiden itu lahir lantaran anggaran proyek tersebut membengkak sekitar USD1,6 miliar atau setara Rp 22,58 triliun.
Pembengkakan anggaran tersebut memantik berbagai reaksi, bahkan banyak pihak mulai melihat kembali tawaran negara Jepang, ketika pertama kali mengajukan tawaran untuk mengerjakan proyek tersebut.
Sebagai referensi, Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung pertama kali diajukan Jepang dengan nilai investasi mencapai USD6,2 miliar, dimana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Sebelumnya biaya pembangunan dipatok USD6 miliar atau sekitar Rp 85,2 triliun. Tapi saat ini biaya pembangunan sudah menyentuh USD7,97 miliar atau sebesar Rp 113,1 triliun.
Alhasil, tawaran Jepang tidak disetujui Pemerintah Indonesia.
Kemudian China melalui Belt and Road Initiative (BRI) datang kepada Pemerintah Indonesia menawarkan pinjaman USD5,5 miliar lebih murah dari penawaran Jepang. Bahkan dengan jangka waktu 50 tahun dengan bunga 2% per tahun.
Kemudian China juga menawarkan skema investasi 40% di bawah kepemilikan China dan 60% kepemilikan lokal. Hal inilah yang kemudian melahirkan konsorsium BUMN PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Berikut perbedaan penawaran China dan Jepang kepada pemerintah Indonesia yang dikutip dari buku yang diterbitkan KCIC tahun 2018 lalu bertajuk “Kereta Cepat Jakarta-Bandung” yang dikutip Minggu (17/10/2021);
Proposal Konsorsium antara China dan Indonesia:
-Nilai penawaran Sebesar USD5,13 miliar
-Komitmen pemerintah: Tak ada jaminan pemerintah, pembiayaan dari APBN dan subsidi tarif, dan pembengkakan biaya menjadi tanggung jawab joint venture company (JVC).
-Konsep bisnis: Berbentuk JVC, Indonesia memegang saham 60 persen dan China 40 persen
-Pengadaan lahan: Tak ada kewajiban pemerintah untuk pembebasan tanah
-Kandungan lokal: 58,6 persen
-Penciptaan lapangan kerja baru: Masa konstruksi 39 ribu orang per tahun. Pekerja China yang dipekerjakan selama masa konstruksi terbatas pada tenaga ahli dan supervisor
-Teknologi: Teknologi Siemens yang dikembangkan di China sejak 2003
-Pengalihan teknologi: Melalui pembangunan pabrik rolling stock di Indonesia
Proposal Konsorsium antara Jepang dan Indonesia:
-Nilai penawaran: USD6,2 miliar
-Komitmen pemerintah: Ada jaminan pemerintah, pembiayaan dari APBN dan subsidi tarif, serta pembengkakan biaya ditanggung pemerintah
-Konsep bisnis: Engineering, procurement, and construction (EPC)
-Pengadaan lahan: Ada kewajiban pemerintah untuk pengadaan dan pembebasan lahan
-Kandungan lokal: 40 persen
-Penciptaan lapangan kerja: Masa konstruksi sebanyak 35 ribu orang per tahun dan ada tenaga kerja dari Jepang
-Teknologi: Sejak 1964 kereta cepat yang dikembangkan di Jepang sesuai dengan kebutuhan kondisi iklim empat musim, teknologi bersifat tertutup
-Pengalihan teknologi: Tak ada program alih teknologi yang jelas.
Terus Dikebut
PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) terus mengebut pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang kini sudah mencapai 79 persen. PT KCIC terus melakukan berbagai upaya percepatan untuk mengejar target operasional kereta cepat di akhir 2022 agar bisa terwujud.
Direktur Utama PT KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan, saat ini PT KCIC bersama konsorsium kontraktor sedang berfokus untuk melakukan percepatan pembangunan di 237 titik konstruksi secara komprehensif.
Ia mengakui pandemi covid-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 cukup menghambat proses pembangunan KCJB.
“Pandemi cukup memberikan dampak pada progress pembangunan KCJB. Untuk itu fokus kami sekarang ini adalah melakukan percepatan pembangunan,” kata dia dalam keterangan resminya, Minggu (17/10/2021).
Adapun titik-titik konstruksi yang menjadi prioritas antara lain penyelesaian tiga terowongan yang tersisa dari 13 terowongan yang ada di jalur kereta cepat. Ketiga terowongan prioritas itu adalah tunnel 2 sepanjang 1.040 meter di Jatiluhur, Purwakarta dengan progres tergali 686 meter, tunnel 4 sepanjang 1.315 meter di Plered, Purwakarta dengan progres tergali 1.149 meter, serta tunnel 6 sepanjang 4.478 meter di Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat dengan progres tergali 4.204 meter.
Selain itu, PT KCIC sedang mempercepat penyelesaian pekerjaan relokasi SUTT PLN dan erection girder untuk konstruksi elevated track, terutama yang berada di DK 132 dan DK 134 di daerah Batununggal, Bandung, Jawa Barat.
Tak hanya itu, Dwiyana menambahkan jika saat ini pekerjaan subgrade 18, 19, dan 20 yang berlokasi di perbatasan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta menjadi salah satu titik konstruksi yang dikebut pengerjaannya.
“Saat ini, pengerjaan di tiga Stasiun Kereta Cepat di Halim, Karawang, dan Tegalluar juga sedang kami kebut agar segera siap menyambut para penumpang sesuai target di akhir 2022,” paparnya.
Sedangkan Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta yang akan digunakan ketika operasional nanti, saat ini sedang dalam tahap produksi di pabrik China Railway Rolling Stock Corporation (CRRC) Sifang yang berada di Qingdao, China. Termasuk pembuatan Comprehensive Inspection Train (CIT) atau Kereta Inspeksi yang nantinya akan digunakan untuk pengecekan rutin jalur kereta cepat guna memastikan keamanan dan kehandalan pengoperasian KCJB.
Untuk persiapan operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung, PT KCIC dengan Kementerian Perhubungan saat ini sedang melakukan pembahasan dan harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan untuk mendukung pengoperasian KCJB.
Di sisi lain, dilakukan juga pelatihan SDM hingga pembuatan SOP sebagai bagian dari persiapan Operation & Maintenance Readiness.
“Dengan semua upaya maksimal yang kami lakukan, diharapkan target pengoperasian KCJB di akhir tahun 2022 bisa tercapai,” ujarnya.
Seperti diketahui, pada fase pengoperasian awal yang ditargetkan di akhir 2022, Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan menempuh trase sepanjang 142,3 kilometer. Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan melintasi sembilan kota dan kabupaten di Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat.
Stasiun keberangkatan sekaligus kedatangan kereta cepat berada di wilayah Jakarta, yakni melalui Stasiun Halim, kemudian melintasi Stasiun Karawang, Stasiun Padalarang dan berakhir di Stasiun Tegalluar.
Didukung dengan keberadaan Depo di Tegalluar sebagai tempat perawatan dan pemeriksaan EMU, kereta berjenis CR400AF yang memiliki kecepatan desain maksimum hingga 400 km per jam dan kecepatan operasi maksimum 350 km per jam merupakan kunci konektivitas dan efisiensi yang melebur batas geografis Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. (ATN)
Discussion about this post